JAKARTA, odishanewsinsight.com – Ketika bicara soal kuliner Jerman, orang sering menyebut sosis bratwurst atau pretzel. Namun ada satu hidangan sederhana yang justru menyimpan kenangan panjang: Kartoffelpuffer. Hidangan ini pada dasarnya adalah pancake kentang goreng, namun bagi masyarakat Jerman, ia lebih dari sekadar makanan.
Sejarawan kuliner mencatat, Kartoffelpuffer muncul pada abad ke-19 ketika kentang menjadi bahan makanan pokok yang murah dan mudah diolah. Awalnya, ia dimasak di dapur desa untuk mengenyangkan keluarga besar. Namun lama-kelamaan, hidangan ini merambah ke pasar malam, festival rakyat, hingga meja makan bangsawan.
Sebuah kisah populer dari daerah Rheinland menceritakan bagaimana seorang nenek memasak Kartoffelpuffer setiap musim dingin untuk menghangatkan cucunya. Cerita sederhana itu membuat hidangan ini sering diasosiasikan dengan kehangatan keluarga dan suasana rumah.
Bahan dan Proses Buatnya

Bahan untuk membuat Kartoffelpuffer sebenarnya cukup sederhana. Yang dibutuhkan hanyalah kentang parut segar, bawang, telur, tepung, sedikit garam, dan lada. Semua bahan ini kemudian dicampur hingga merata, membentuk adonan yang siap digoreng.
Proses pembuatannya dimulai dengan memarut kentang, lalu memeras airnya agar tekstur tidak terlalu lembek. Setelah itu, kentang dicampur bersama bawang cincang, telur, dan tepung sebagai pengikat. Bumbu dasar seperti garam dan lada ditambahkan secukupnya untuk memberi rasa gurih.
Adonan kemudian dituangkan tipis-tipis ke wajan panas dengan minyak yang cukup. Teknik menggoreng menjadi kunci: api harus stabil agar permukaan luar renyah tanpa membuat bagian dalam mentah. Biasanya, satu sisi digoreng hingga berwarna keemasan sebelum dibalik perlahan.
Beberapa variasi lokal menambahkan wortel parut untuk sedikit rasa manis atau rempah pala untuk aroma khas. Eksperimen ini membuat tiap daerah punya ciri unik meski resep dasarnya sama. Hasil idealnya adalah pancake kentang yang garing di luar dan lembut di dalam, siap disantap dengan pendamping favorit.
Pendamping dan Cara Menikmati
Menariknya, Kartoffelpuffer bisa dinikmati dalam berbagai cara. Di Jerman bagian barat, ia sering disajikan dengan saus apel manis. Kombinasi gurih dan manis menciptakan harmoni rasa yang unik.
Sementara di timur, ada yang lebih suka menikmatinya dengan saus bawang putih atau krim asam.
Bagi penikmat daging, Kartoffelpuffer kerap menjadi pendamping sosis bakar. Teksturnya yang ringan membantu menyeimbangkan rasa daging yang lebih kuat.
Tidak sedikit juga yang menjadikannya menu sarapan, lengkap dengan kopi hitam atau teh hangat.
Cerita menarik datang dari sebuah festival musim gugur di Köln. Di sana, antrian panjang terbentuk di depan stan yang menjual Kartoffelpuffer dengan saus apel panas. Banyak pengunjung rela menunggu lama hanya untuk mendapatkan tiga potong pancake kentang yang masih mengepul.
Kartoffelpuffer di Mata Generasi Modern
Meski berasal dari tradisi lama, Kartoffelpuffer berhasil menembus zaman. Generasi muda di Jerman masih gemar menyantapnya, bahkan mencoba bereksperimen. Ada yang menambahkan keju parut, ada pula yang memodifikasinya dengan saus modern seperti BBQ atau sambal pedas.
Media sosial juga ikut menghidupkan kembali popularitas hidangan ini. Foto-foto Kartoffelpuffer berlapis saus apel kerap menghiasi linimasa Instagram kuliner, mengundang rasa penasaran dari mereka yang belum pernah mencobanya.
Di luar Jerman, Kartoffelpuffer mulai dikenal di restoran Eropa di berbagai negara, termasuk Indonesia. Restoran dengan menu khas Jerman biasanya menjadikannya sebagai salah satu hidangan pembuka favorit pengunjung.
Mengapa Kartoffelpuffer Begitu Disukai?
Ada alasan sederhana mengapa Kartoffelpuffer tetap bertahan di hati banyak orang. Pertama, bahan dasarnya murah dan mudah diperoleh. Kedua, rasanya universal—siapa pun bisa menikmatinya tanpa perlu penyesuaian lidah terlalu jauh.
Dan yang paling penting, ia membawa cerita dan nostalgia.
Seorang mahasiswa asal München pernah menulis di blognya, “Ketika rindu rumah, aku hanya perlu memasak Kartoffelpuffer. Bau kentang goreng dengan bawang membuatku merasa pulang, meski sebenarnya aku sedang berada ribuan kilometer dari kampung halaman.”
Kutipan itu menjelaskan bahwa Kartoffelpuffer bukan hanya soal rasa, tapi juga emosi. Ia adalah pengingat akan kehangatan keluarga, festival rakyat, dan tradisi yang diwariskan lintas generasi.
Baca juga konten dengan artikel terkait tentang: Food
Baca juga artikel lainnya: Mille Feuille: Kue Lapis Prancis yang Anggun dan Menggoda
