Jakarta, odishanewsinsight.com – Pernah suatu malam saya duduk di sebuah restoran kecil bergaya rustic di kawasan Senopati, Jakarta Selatan. Menu yang saya pesan cukup sederhana: Chimichurri Steak, medium rare, disajikan dengan kentang panggang dan salad kecil. Tapi satu gigitan saja, dan saya langsung berpikir: kenapa kita selama ini terjebak pada saus lada hitam?
Chimichurri Steak, buat kamu yang belum familiar, adalah hidangan daging panggang khas Amerika Latin—khususnya Argentina dan Uruguay—yang disajikan dengan saus herba segar berbasis parsley, bawang putih, cuka, dan minyak zaitun. Tidak creamy. Tidak manis. Justru tajam, segar, dan menggugah. Ini bukan saus pendamping. Ini adalah bintang pertunjukan.
Fenomena ini mulai meledak di kancah kuliner Indonesia sejak 2022, bersamaan dengan meningkatnya tren makan sehat dan eksplorasi rasa autentik dari budaya asing. Banyak chef lokal dan food content creator mulai membahas soal Chimichurri: mulai dari cara membuat, tips memanggang daging, hingga eksperimen dengan bahan lokal.
Saya sendiri pertama kali mencicipinya di sebuah pop-up BBQ event di Bandung. Waktu itu, daging disajikan dengan saus hijau yang awalnya saya kira pesto. Tapi begitu menyentuh lidah—wah, ini beda. Lebih tajam, lebih berani, dan entah kenapa, cocok banget dengan daging sapi lokal yang punya lemak sedikit lebih tebal.
Asal Usul Chimichurri dan Filosofi Makan Orang Argentina

Kalau kita bicara soal Chimichurri, maka tak bisa lepas dari budaya kuliner Argentina yang menjunjung tinggi keaslian rasa. Orang Argentina tidak main-main soal daging. Mereka menganggap memanggang daging sebagai ritual sosial. Di sana, setiap akhir pekan, keluarga dan teman-teman berkumpul untuk mengadakan “Asado” alias BBQ ala Argentina. Dan saus Chimichurri hadir di hampir setiap meja.
Dari beberapa referensi yang saya baca, belum ada satu pun versi yang disepakati soal asal-usul nama “chimichurri”. Ada yang bilang berasal dari bahasa Basque, ada pula yang menyebut ini hasil adaptasi dari campuran herba para imigran Eropa yang masuk ke Argentina abad ke-19. Namun satu hal pasti: saus ini lahir dari kebutuhan akan rasa yang segar, kontras, dan bisa mengimbangi daging panggang yang berat.
Chimichurri tradisional terdiri dari peterseli, bawang putih, oregano, cuka merah, minyak zaitun, garam, dan cabai kering. Tidak dimasak. Tidak direbus. Cukup diaduk saja hingga semuanya menyatu. Di sinilah letak keunikannya: rasa alami dari bahan-bahan mentah langsung menyentuh lidah tanpa basa-basi.
Menariknya, belakangan mulai muncul varian chimichurri modern—ada yang pakai cilantro, perasan jeruk lemon, atau bahkan tambahan bawang merah cincang. Tapi esensinya tetap: ini saus yang hidup. Segar. Dan jadi pasangan paling ideal untuk steak yang dibakar sederhana hanya dengan garam dan lada.
Adaptasi di Indonesia—Dari Restoran Premium ke Warung Steak Pinggir Jalan
Lima tahun lalu, mencari Chimichurri Steak di Jakarta itu ibarat cari oase di padang pasir. Tapi sekarang? Dari restoran fine dining sampai steakhouse pinggir jalan mulai menyajikannya. Bahkan saya sempat menemukan versi instan saus chimichurri dalam botol buatan UKM lokal di marketplace.
Chef Gerry Hariono, salah satu finalis kompetisi kuliner nasional yang kini jadi konsultan dapur beberapa restoran ternama di Jakarta, menyebut bahwa adaptasi chimichurri di Indonesia cukup cepat. “Soalnya orang Indonesia tuh suka rasa yang ‘nendang’. Chimichurri punya itu. Ada asam, ada gurih, ada pedas, tapi tetap seimbang,” ujarnya saat saya temui di dapur studionya.
Dan memang benar. Banyak resto mulai bereksperimen: mengganti parsley dengan daun kemangi agar lebih akrab di lidah lokal, atau menambahkan terasi halus untuk menambah umami. Bahkan ada warung steak di Yogyakarta yang menyajikan steak sapi lokal seharga Rp45 ribu lengkap dengan chimichurri versi mereka—yang rasanya surprisingly enak.
Salah satu cerita lucu datang dari teman saya, seorang food vlogger, yang pernah makan steak chimichurri di Surabaya dan dikira sedang makan “steak sambal ijo.” Ternyata memang ada yang membuat sausnya sangat hijau terang dengan tambahan cabe rawit ijo. Nah, inilah yang membuat chimichurri jadi menarik: fleksibel tapi tetap punya karakter kuat.
Rahasia Membuat Chimichurri Steak Sempurna di Rumah
Buat kamu yang doyan masak, Chimichurri Steak bisa jadi menu spesial akhir pekan. Dan kabar baiknya: ini mudah banget dibuat. Bahkan tanpa alat panggang mahal, kamu tetap bisa menciptakan sensasi steak berkualitas restoran di dapur rumahmu.
Berikut adalah tips dan trik yang saya kumpulkan dari beberapa chef profesional:
1. Daging adalah Raja
Gunakan potongan seperti sirloin, ribeye, atau tenderloin. Jika dagingnya lokal, pastikan diberi waktu untuk marinasi ringan—cukup garam dan lada—lalu diamkan di suhu ruang sebelum dimasak.
2. Saus yang Fresh adalah Kunci
Chimichurri sebaiknya dibuat maksimal 2 jam sebelum disajikan. Campurkan peterseli cincang halus, bawang putih, oregano, cuka anggur merah, minyak zaitun, sedikit garam, dan cabai kering. Jangan blender. Aduk manual agar teksturnya tetap hidup.
3. Panggang dengan Api Tinggi, Tapi Cepat
Steak paling nikmat adalah yang punya sear di luar tapi tetap juicy di dalam. Pakai pan besi atau grill panas, masak 2-3 menit per sisi (tergantung ketebalan). Diamkan 5 menit sebelum diiris.
4. Sajikan Langsung di Atas Steak
Chimichurri bukan saus yang disajikan di samping. Tuangkan langsung ke atas daging hangat. Biarkan aroma bawang putih dan parsley bertemu dengan lelehan lemak daging. Sungguh surgawi.
Bonus tip? Sajikan dengan jagung bakar atau kentang panggang garam laut. Sederhana, tapi memuaskan.
Chimichurri Steak dan Tren Kuliner Masa Depan
Chimichurri Steak bukan cuma hidangan, tapi simbol dari tren besar yang sedang terjadi di dunia kuliner Indonesia: globalisasi rasa yang tetap menghargai lokalitas. Ini era di mana Gen Z dan milenial tak lagi puas dengan saus BBQ botolan atau mushroom sauce standar. Mereka haus akan rasa baru, asal tahu bagaimana cara mengakses dan menikmatinya.
Melalui media sosial seperti TikTok dan Instagram Reels, video cara membuat chimichurri dalam 1 menit bisa jadi viral. Food influencer lokal seperti Dimas Chef atau Anya Makanmulu bahkan rutin membagikan versi chimichurri mereka sendiri. Semakin banyak orang yang ingin mencoba di rumah, bukan sekadar mencicipi di resto.
Dalam jangka panjang, kita mungkin akan melihat chimichurri jadi bagian dari repertoire bumbu dapur Nusantara modern. Siapa tahu, suatu hari nanti restoran Padang modern menyajikan dendeng batokok chimichurri? Atau steak wagyu marbling 9 disajikan dengan chimichurri sambal matah?
Satu hal pasti: Chimichurri Steak adalah contoh nyata bagaimana budaya lintas negara bisa bertemu di satu piring. Dan buat kita yang mencintai daging dan eksplorasi rasa, ini adalah kabar baik yang patut dirayakan—sekaligus dijadikan alasan makan enak di akhir pekan.
Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Food
Baca Juga Artikel dari: Caesar Salad: Pilihan Sehat dan Segar untuk Hidup Lebih Nikmat
