JAKARTA, odishanewsinsight.com – Setiap kali melewati pasar tradisional di pagi hari, aroma khas laut seringkali menyeruak dari deretan lapak ikan segar. Di antara berbagai jenis hasil laut yang berjajar, ada satu yang selalu mencuri perhatian karena warnanya yang gelap dan teksturnya padat: ikan tongkol. Sekilas sederhana, tapi bagi banyak keluarga Indonesia, ikan tongkol adalah bahan utama yang bisa disulap menjadi ratusan varian masakan lezat.
Sebagai salah satu jenis ikan pelagis yang hidup di perairan tropis, ikan tongkol menjadi sumber protein murah meriah namun bernilai tinggi. Banyak orang menganggap tongkol sebagai “saudara dekat” dari tuna, karena bentuk tubuhnya mirip dan sama-sama termasuk dalam keluarga Scombridae. Bedanya, tongkol memiliki ukuran lebih kecil dan daging yang lebih padat. Justru dari kepadatannya itu, tekstur daging tongkol memberikan sensasi menggigit yang khas di lidah, apalagi saat dimasak dengan bumbu pedas khas Indonesia.
Namun kisah tongkol bukan hanya tentang rasa. Di balik kelezatannya, tersimpan nilai gizi yang luar biasa tinggi. Kandungan proteinnya mencapai lebih dari 20 gram per 100 gram daging, lengkap dengan asam lemak omega-3 yang bermanfaat bagi jantung dan otak. Tak heran, banyak ahli gizi menyebut tongkol sebagai alternatif sempurna bagi mereka yang ingin hidup sehat tanpa harus merogoh kocek dalam-dalam.
Ada pula sisi budaya yang melekat kuat pada ikan tongkol. Sementara di Bali, tongkol sering muncul dalam lawar laut yang disajikan saat upacara adat.
Mungkin banyak yang tak menyadari, tapi perjalanan seekor ikan tongkol dari lautan hingga ke meja makan adalah kisah panjang tentang kerja keras nelayan, keberlanjutan laut, dan cinta pada cita rasa nusantara. Dan semakin dalam kita mengenalnya, semakin kita sadar bahwa tongkol adalah bukti nyata bahwa kekayaan laut Indonesia tak pernah kehilangan daya magisnya.
Nilai Gizi dan Manfaat Ikan Tongkol bagi Tubuh

Jika bicara soal makanan bergizi, ikan tongkol mungkin bukan yang pertama muncul di benak kebanyakan orang. Banyak yang lebih familier dengan salmon atau tuna. Padahal, tongkol punya segudang manfaat yang tak kalah hebat.
Dalam 100 gram daging ikan tongkol segar, terkandung sekitar 22 gram protein, 1 gram lemak sehat, serta berbagai vitamin dan mineral penting seperti vitamin B12, niasin, selenium, dan fosfor. Kandungan proteinnya membuat ikan ini sangat baik untuk memperbaiki sel tubuh dan membangun otot, terutama bagi mereka yang aktif berolahraga.
Omega-3 yang terdapat di dalamnya juga berperan besar dalam menjaga kesehatan jantung. Lemak baik ini membantu menurunkan kadar kolesterol jahat (LDL) sekaligus meningkatkan kolesterol baik (HDL). Selain itu, konsumsi ikan tongkol secara rutin dapat membantu menjaga fungsi otak, meningkatkan daya ingat, dan mengurangi risiko gangguan kognitif.
Ada hal menarik yang sering luput diperhatikan. Ikan tongkol memiliki kadar merkuri yang relatif rendah dibanding beberapa jenis ikan besar lainnya. Itu artinya, tongkol lebih aman dikonsumsi anak-anak atau ibu hamil. Namun, tentu saja, semuanya tetap harus dalam batas wajar.
Selain kandungan gizinya yang tinggi, tongkol juga kaya zat besi dan vitamin D. Dua nutrisi ini berperan penting untuk mencegah anemia serta menjaga kesehatan tulang. Tidak sedikit dokter gizi yang menyarankan ikan tongkol sebagai bagian dari diet seimbang karena kombinasi gizinya sangat lengkap.
Kalau ditelusuri lebih jauh, manfaat ikan tongkol juga bisa dirasakan dalam jangka panjang. Banyak penelitian menunjukkan bahwa konsumsi ikan laut secara rutin dapat memperpanjang harapan hidup karena kandungan antioksidannya mampu melawan peradangan dalam tubuh. Jadi, meski terlihat sederhana, sepotong ikan tongkol di piring nasi sebenarnya adalah sumber energi dan kesehatan yang luar biasa.
Kreasi Masakan Ikan Tongkol: Dari Tradisional Hingga Kekinian
Setiap daerah di Indonesia memiliki caranya sendiri dalam mengolah ikan tongkol. Ada yang lebih suka mengolahnya dengan cara digoreng kering, ada pula yang lebih memilih menumisnya dengan bumbu pedas. Keberagaman ini justru menjadi daya tarik tersendiri dari tongkol.
Di Jawa Tengah, tongkol sering disajikan dalam bentuk sambal tongkol suwir. Prosesnya sederhana: ikan direbus, disuwir halus, lalu dimasak dengan cabai, bawang merah, bawang putih, dan sedikit terasi. Hasilnya? Aroma gurih yang bikin selera makan meningkat. Hidangan ini biasanya bertahan lama meski tanpa pengawet karena proses memasaknya yang cukup kering.
Berbeda lagi dengan masyarakat Aceh yang memiliki kuah pliek u. Di sini, tongkol dimasak dengan santan dan bumbu khas Aceh seperti kelapa gongseng dan asam sunti. Rasanya pedas, gurih, dan sedikit asam. Cita rasa yang kompleks ini membuat siapa pun yang mencicipinya akan langsung mengingat Aceh.
Di daerah pesisir Jawa Timur, tongkol sering dijadikan bahan dasar untuk “pindang tongkol.” Dimasak dengan kuah kuning dan rempah segar seperti serai, lengkuas, serta daun jeruk, pindang tongkol menjadi menu andalan keluarga yang hangat dan menyehatkan.
Namun, tren kuliner modern kini juga melirik tongkol sebagai bahan utama. Beberapa kafe dan restoran mulai bereksperimen dengan menu seperti pasta tongkol pedas, rice bowl tongkol teriyaki, hingga sandwich tongkol mayo. Perpaduan antara cita rasa lokal dan sentuhan modern ini membuat tongkol kembali naik daun di kalangan anak muda yang mencari makanan bergizi tapi tetap kekinian.
Ada juga cerita menarik dari seorang chef muda di Jakarta yang mencoba membuat “tongkol confit” — teknik memasak khas Prancis yang biasanya menggunakan daging bebek. Hasilnya ternyata luar biasa. Daging tongkol yang dimasak perlahan dalam minyak zaitun menjadi lembut dan harum, menunjukkan bahwa kreativitas kuliner tak pernah berhenti berkembang, bahkan dari bahan yang sederhana seperti tongkol.
Di Balik Keberlanjutan dan Tantangan Nelayan Tongkol
Meski terlihat melimpah di pasar, keberadaan ikan tongkol sebenarnya menghadapi tantangan besar. Perubahan iklim, penangkapan berlebihan, dan kerusakan ekosistem laut menjadi ancaman nyata bagi populasi ikan ini. Di beberapa wilayah, nelayan mengaku harus melaut lebih jauh untuk mendapatkan hasil tangkapan yang sama seperti sepuluh tahun lalu.
Nelayan tradisional memainkan peran penting dalam menjaga keberlanjutan populasi tongkol. Mereka biasanya menggunakan perahu kecil dan alat tangkap ramah lingkungan seperti pancing ulur atau jaring insang berukuran besar agar ikan kecil tidak ikut tertangkap. Cara ini membantu menjaga keseimbangan ekosistem laut dan memastikan tongkol tetap ada untuk generasi berikutnya.
Sayangnya, tidak semua nelayan memiliki akses ke teknologi modern atau fasilitas penyimpanan yang memadai. Banyak di antara mereka harus menjual ikan dalam kondisi segar secepat mungkin agar tidak rusak di perjalanan. Situasi ini membuat harga tongkol kadang fluktuatif, tergantung musim dan hasil tangkapan.
Namun, di tengah tantangan itu, ada semangat luar biasa dari para nelayan. Seorang nelayan di pesisir Selatan Jawa pernah berkata, “Tongkol bukan cuma rezeki, tapi juga warisan laut. Kalau kita jaga lautnya, tongkol bakal terus ada.” Kalimat itu sederhana, tapi penuh makna.
Dari sisi konsumen, kita juga punya peran besar dalam mendukung keberlanjutan ini. Memilih tongkol dari sumber yang jelas, tidak membuang makanan, dan menghargai kerja nelayan adalah bentuk kontribusi kecil yang berarti.
Ikan Tongkol di Masa Depan: Dari Dapur Rumah hingga Dunia
Melihat tren makanan sehat yang semakin populer, ikan tongkol punya peluang besar untuk terus bersinar di masa depan. Dengan kandungan gizinya yang luar biasa, harga yang terjangkau, dan fleksibilitas dalam pengolahan, tongkol bisa menjadi bintang baru di industri kuliner lokal dan global.
Banyak startup kuliner mulai memanfaatkan tongkol sebagai bahan utama dalam makanan siap saji. Bayangkan nasi box bergizi dengan tongkol pedas suwir yang bisa dikirim ke seluruh kota hanya dalam waktu singkat. Selain praktis, menu seperti ini juga mendukung konsumsi protein laut yang berkelanjutan.
Di dunia ekspor, ikan tongkol sebenarnya sudah lama dikenal, terutama dalam bentuk olahan seperti tongkol asap atau tongkol kaleng. Produk-produk ini memiliki pasar besar di negara-negara Asia dan Timur Tengah. Jika pengolahan dilakukan dengan standar higienis dan kemasan modern, bukan tidak mungkin tongkol Indonesia bisa menjadi ikon ekspor kuliner laut yang membanggakan.
Namun, kunci dari semua potensi itu adalah edukasi. Masyarakat perlu tahu bahwa makan ikan bukan hanya tentang rasa, tapi juga tentang gaya hidup sehat dan keberlanjutan. Pemerintah, pelaku industri, dan komunitas kuliner memiliki peran penting dalam menyebarkan kesadaran ini.
Bayangkan jika setiap rumah di Indonesia memiliki satu hari dalam seminggu khusus untuk makan ikan tongkol. Dampaknya bisa luar biasa: nelayan lebih sejahtera, laut lebih lestari, dan masyarakat lebih sehat. Tongkol bukan sekadar bahan makanan, tapi simbol harmoni antara manusia dan alam.
Dari Laut, Untuk Kehidupan
Ikan tongkol adalah cermin sederhana dari kekayaan laut Indonesia yang luar biasa. Ia bukan sekadar lauk di meja makan, tapi bagian dari perjalanan panjang yang melibatkan laut, nelayan, budaya, dan kesehatan. Dari aroma asap di dapur hingga suara ombak di pelabuhan, tongkol mengajarkan kita tentang hubungan erat antara manusia dan alam yang memberi kehidupan.
Dalam setiap gigitan daging tongkol yang lembut dan gurih, ada rasa syukur yang sulit dijelaskan. Mungkin itu sebabnya, meski zaman terus berubah, tongkol tetap hadir di hati masyarakat Indonesia. Ia tak pernah kehilangan relevansinya, justru semakin dicintai karena kesederhanaannya.
Temukan Informasi Lengkapnya Tentang: Food
Baca Juga Artikel Berikut: Ayam Kecap: Cita Rasa Nusantara yang Tak Pernah Lekang oleh Waktu
