JAKARTA, odishanewsinsight.com – Di dunia kuliner, ada jenis kue yang sederhana dari segi bentuk, tetapi penuh cerita dalam setiap gigitan. Namanya Canele, camilan mungil asal Bordeaux, Prancis. Pada pandangan pertama, kue ini tampak biasa: kecil, cokelat keemasan, dengan lekukan bergelombang di sisinya. Namun ketika lidah menyentuh permukaannya, sensasi unik langsung terasa. Bagian luar renyah seperti karamel, sementara bagian dalamnya lembut, hampir menyerupai puding.
Sebagai pembawa berita, Canele bisa disebut sebagai kisah klasik yang masih hidup. Berasal dari resep biarawati abad ke-18, kue ini bertahan ratusan tahun dan kini menjadi bintang di toko pastry modern. Tidak hanya soal rasa, Canele juga mencerminkan bagaimana tradisi dan inovasi berjalan beriringan dalam dunia kuliner.
Sejarah dan Asal Usul

Canele pertama kali dikenal di Bordeaux, kawasan penghasil anggur terbaik di Prancis. Konon, pada masa itu para biarawati menemukan cara untuk memanfaatkan kuning telur yang tersisa dari proses klarifikasi anggur (wine fining) yang menggunakan putih telur. Daripada terbuang, kuning telur diolah menjadi adonan sederhana bersama susu, tepung, gula, dan rhum. Dari situlah lahir resep Canele.
Sejarah ini memperlihatkan betapa makanan sering lahir dari kebutuhan praktis. Seiring waktu, resep Canele diwariskan turun-temurun, hingga akhirnya mendapat tempat istimewa dalam budaya kuliner Prancis. Bahkan, ada asosiasi resmi di Bordeaux yang bertugas menjaga kemurnian resep Canele, termasuk bentuk cetakan tembaga bergelombang yang ikonik.Bahan Membuat Canele (untuk ±16 buah)
-
500 ml susu segar
-
50 gram mentega (unsalted)
-
250 gram gula pasir
-
100 gram tepung terigu protein sedang
-
2 butir telur utuh
-
2 kuning telur tambahan
-
2 sdt ekstrak vanila
-
2 sdm rhum (opsional, bisa diganti dengan essence rum atau ditiadakan)
-
Sejumput garam
-
2 sdm gula tambahan untuk karamelisasi cetakan
-
Cetakan khusus Canele (biasanya tembaga, bisa diganti silikon bila tidak ada)
Cara Membuat Canele
-
Siapkan adonan dasar:
Panaskan susu, mentega, dan vanila di atas api kecil hingga hangat (jangan sampai mendidih). Angkat, lalu biarkan hingga agak dingin. -
Kocok telur:
Dalam wadah terpisah, campur telur, kuning telur, dan gula pasir. Aduk hingga gula larut, lalu masukkan tepung terigu sedikit demi sedikit. -
Campurkan cairan:
Tuang campuran susu hangat ke dalam adonan telur secara perlahan sambil diaduk rata. Tambahkan rhum dan garam. -
Diamkan adonan:
Tutup wadah dengan plastik wrap, lalu simpan di kulkas selama minimal 12 jam. Proses ini penting agar adonan menyatu dan menghasilkan tekstur lembut khas Canele. -
Siapkan cetakan:
Olesi cetakan Canele dengan sedikit mentega, lalu taburi tipis gula pasir agar terbentuk lapisan karamel renyah. -
Panggang:
Panaskan oven hingga 240°C. Tuang adonan ke dalam cetakan hingga ¾ penuh. Panggang selama 10–15 menit di suhu tinggi, lalu turunkan suhu ke 180°C dan panggang lagi sekitar 45–50 menit hingga bagian luar berwarna cokelat keemasan. -
Angkat dan dinginkan:
Keluarkan Canele dari cetakan segera setelah matang. Biarkan dingin di rak kawat sebelum disajikan.
Tekstur dan Karakteristik Unik
Salah satu daya tarik terbesar Canele adalah kontras teksturnya. Bagian luar kue dilapisi karamelisasi gula yang menghasilkan lapisan renyah, hampir menyerupai permen keras tipis. Namun begitu digigit, lapisan itu pecah, memperlihatkan isi lembut yang kaya rasa.
Rasanya kompleks: ada aroma vanila yang kuat, sentuhan rhum yang halus, dan manis yang tidak berlebihan. Banyak pecinta kuliner menggambarkannya sebagai “pernikahan sempurna antara crème brûlée dan kue tradisional.”
Cetakan tembaga khusus yang digunakan untuk memanggang Canele juga memainkan peran penting. Logam tersebut menghantarkan panas secara merata, menciptakan permukaan cokelat keemasan yang khas, sekaligus menjaga kelembutan di dalam.
Peran Canele dalam Tren Kuliner Modern
Di era kini, Canele tidak hanya ditemui di Prancis. Banyak kafe dan bakery di Asia, Amerika, hingga Indonesia yang mulai menghadirkan Canele sebagai pilihan pastry premium. Bentuknya yang mungil dan estetis menjadikannya bintang baru di media sosial, terutama dalam tren “coffee and pastry pairing.”
Banyak pastry chef bereksperimen dengan variasi rasa: matcha, cokelat, bahkan rasa tropis seperti kelapa atau pandan. Meskipun demikian, versi klasik dengan rhum dan vanila tetap menjadi favorit abadi.
Dalam budaya populer, Canele mencerminkan tren “back to classic” di mana generasi muda mulai menghargai kembali resep-resep otentik. Meski dunia kuliner penuh dengan inovasi modern, resep kuno seperti Canele tetap bertahan, seolah memberi pengingat bahwa keaslian punya daya tarik yang tidak lekang oleh waktu.
Nilai Budaya dan Simbolisme
Lebih dari sekadar kue, Canele juga menjadi simbol identitas kuliner Bordeaux. Banyak toko pastry di sana yang bangga menampilkan sertifikasi resmi “Canelés de Bordeaux” di etalase mereka. Bagi masyarakat setempat, membeli Canele bukan hanya soal rasa, tetapi juga soal kebanggaan akan tradisi.
Dalam acara keluarga, Canele sering dijadikan hadiah atau suguhan pada momen istimewa. Ukurannya yang kecil membuatnya mudah dibagikan, sementara cita rasanya yang unik membuatnya selalu meninggalkan kesan. Sama halnya dengan croissant di Paris atau madeleine di Lorraine, Canele adalah ikon rasa yang membawa cerita panjang di baliknya.
Penutup
Canele adalah contoh bagaimana makanan bisa menjadi warisan budaya sekaligus tren modern. Dari biara kecil di Bordeaux hingga kafe hipster di Tokyo, kue ini terus melintasi ruang dan waktu. Kerenyahannya bercerita tentang kesabaran proses karamelisasi, sementara kelembutannya menyimpan jejak sejarah kuning telur yang tak ingin disia-siakan.
Bagi pecinta kuliner, mencicipi Canele bukan hanya pengalaman rasa, melainkan juga perjalanan singkat ke jantung tradisi Prancis. Sebuah pengingat bahwa di balik kue mungil, ada cerita besar tentang inovasi, tradisi, dan kecintaan pada detail.
Baca juga konten dengan artikel terkait tentang: Food
Baca juga artikel lainnya: Gado Gado: Hidangan Nusantara Kaya Rasa
