Fri. Dec 5th, 2025
Cumi Hitam dan Rahasia Rasa Gurih dari Laut

JAKARTA, odishanewsinsight.com – Ada aroma laut yang khas, sedikit gurih dan menyengat, yang langsung membawa imajinasi kita pada pantai, ombak, dan perahu nelayan. Itulah aroma cumi hitam, salah satu kuliner khas Indonesia yang kerap memancing rasa penasaran. Makanan ini tidak hanya sekadar menu laut biasa. Ia punya keunikan tersendiri yang membuat siapa pun yang mencicipinya sulit melupakan rasanya.

Bagi sebagian orang, tampilan cumi hitam bisa jadi membuat ragu. Kuahnya yang pekat, hitam legam, seperti tinta yang tumpah, sering kali membuat orang berpikir dua kali sebelum mencobanya. Tapi, begitu suapan pertama menyentuh lidah, segalanya berubah. Gurih, manis, sedikit asin, dan aroma laut yang kuat berpadu dalam harmoni rasa yang menggugah selera.

Saya masih ingat perbincangan dengan seorang ibu penjual cumi hitam di pinggir pelabuhan kecil di Surabaya. Ia bercerita dengan bangga tentang resep turun-temurun keluarganya. “Tinta cumi itu rahasianya,” katanya sambil tersenyum. “Jangan dibuang, justru di situ letak sedapnya.”

Dalam setiap suapan cumi hitam, ada sejarah panjang kuliner pesisir Indonesia. Dari Jawa Timur hingga Maluku, dari Sulawesi hingga Bali, setiap daerah punya versi sendiri. Namun, satu hal yang sama: cinta terhadap laut dan kesabaran dalam mengolah hasilnya.

Jejak Sejarah Cumi Hitam di Dapur Nusantara

Cumi Hitam dan Rahasia Rasa Gurih dari Laut

Sebelum menjadi menu populer di berbagai rumah makan, cumi hitam adalah bagian dari kehidupan masyarakat pesisir. Nelayan dulu kerap membawa hasil tangkapan cumi ke rumah, dan istri mereka memasaknya dengan bahan seadanya—bawang merah, bawang putih, cabai, dan tentu saja tinta cuminya sendiri. Dari kesederhanaan itulah lahir cita rasa khas yang kini jadi ikon kuliner laut.

Di beberapa daerah, cumi hitam bahkan dianggap sebagai simbol kemakmuran. Di pesisir Madura, misalnya, hidangan ini sering dihidangkan pada acara syukuran setelah panen laut. Warna hitamnya dianggap melambangkan kesuburan, sementara rasanya yang kuat mencerminkan keteguhan hati nelayan yang menghadapi ganasnya ombak.

Sementara di Bali, cumi hitam sering dijadikan lauk sehari-hari yang disantap bersama nasi hangat dan sambal matah. Ada yang menambahkan santan agar rasa kuahnya lebih lembut dan gurih. Sedangkan di Sulawesi, tinta cumi justru dicampur dengan bumbu rica-rica yang pedas menggigit, menciptakan versi “cumi hitam pedas” yang luar biasa menggugah selera.

Menariknya, tinta cumi yang digunakan dalam masakan ini bukan hanya soal rasa, tapi juga punya nilai gizi. Menurut para ahli, tinta cumi mengandung zat antioksidan alami, serta senyawa melanin yang baik untuk metabolisme tubuh. Jadi, saat menikmati cumi hitam, sebenarnya kita tidak hanya disuguhi kelezatan, tapi juga manfaat kesehatan.

Perpaduan antara tradisi, rasa, dan nutrisi inilah yang membuat cumi hitam tetap bertahan di tengah gempuran makanan modern dan cepat saji. Ia bukan sekadar nostalgia dapur lama, tapi juga bukti bahwa cita rasa lokal mampu menembus zaman.

Rahasia Dapur: Kunci Kelezatan Cumi Hitam yang Sebenarnya

Setiap orang bisa memasak cumi, tapi tidak semua bisa membuat cumi hitam yang benar-benar sedap. Di balik kelezatannya, ada teknik dan rahasia dapur yang jarang diketahui.

Pertama-tama, pemilihan bahan adalah kuncinya. Cumi segar dengan daging kenyal dan tinta yang masih pekat akan memberikan hasil terbaik. Banyak juru masak profesional menyarankan agar cumi tidak dicuci terlalu lama agar aroma lautnya tidak hilang. Cukup bilas cepat, lalu pisahkan bagian kepala, tubuh, dan kantung tinta dengan hati-hati.

Kantung tinta inilah bintang utamanya. Beberapa orang mungkin tergoda untuk membuangnya karena warnanya yang hitam pekat, tapi justru di situlah letak rasa umami alami cumi. Tinta ini memiliki aroma dan rasa laut yang kuat, yang jika dikombinasikan dengan bumbu tumisan, menciptakan cita rasa yang sulit ditiru.

Bumbu dasar yang umum digunakan antara lain bawang merah, bawang putih, cabai merah besar, tomat, dan sedikit serai. Tumisan harus dilakukan hingga bumbu benar-benar matang agar tidak terasa langu. Setelah itu, cumi dimasukkan bersama tinta dan sedikit air.

Rahasia lainnya adalah waktu memasak. Cumi yang dimasak terlalu lama akan menjadi keras dan alot, sementara jika terlalu cepat, bumbu belum meresap. Biasanya, lima hingga tujuh menit setelah tinta dimasukkan adalah waktu ideal untuk mendapatkan tekstur cumi yang empuk namun tetap kenyal.

Bagi yang ingin versi lebih kaya rasa, bisa menambahkan santan atau perasan jeruk nipis di akhir proses. Beberapa daerah menambahkan daun kemangi untuk memberikan aroma segar yang menyeimbangkan rasa gurih tinta.

Hasil akhirnya? Hidangan berwarna gelap dengan aroma laut yang menenangkan, gurih alami yang lembut, dan sensasi rasa yang berlapis-lapis.

Cumi Hitam dan Filosofi Rasa: Ketika Warna Gelap Menyimpan Kehangatan

Di balik penampilannya yang misterius, cumi hitam menyimpan filosofi yang dalam. Warna hitam yang pekat sering kali dianggap lambang kegelapan, tapi dalam konteks kuliner, justru menunjukkan kekayaan rasa. Seperti halnya kehidupan, tidak semua yang gelap berarti buruk; kadang di dalamnya justru tersimpan keindahan yang tak terlihat.

Banyak chef Indonesia yang melihat cumi hitam sebagai “kanvas hitam rasa.” Warna gelapnya memungkinkan bumbu dan rempah menonjol lebih kuat. Di restoran modern, beberapa koki bahkan menyajikannya dengan gaya fine dining—ditata cantik di piring putih, disandingkan dengan nasi putih berbentuk kubus kecil dan saus sambal di sisi piring. Kontras warna ini menciptakan daya tarik visual yang luar biasa.

Menariknya, cumi hitam juga mulai populer di kalangan anak muda. Banyak kafe dan warung modern yang berani mengkreasikan hidangan ini, misalnya spaghetti cumi hitam atau nasi goreng tinta cumi. Perpaduan cita rasa lokal dengan sentuhan global ini menunjukkan bahwa kuliner tradisional bisa beradaptasi tanpa kehilangan jati diri.

Seorang teman saya yang membuka kafe di Bandung bercerita, menu cumi hitam miliknya menjadi favorit pelanggan. “Awalnya mereka heran, kok hitam banget,” ujarnya sambil tertawa. “Tapi setelah coba, mereka ketagihan. Katanya rasa gurihnya beda dari seafood biasa.”

Ada sesuatu yang autentik dari cumi hitam—sebuah kejujuran rasa yang tidak berpura-pura manis. Ia gurih, tajam, sedikit asin, tapi menyenangkan. Seperti kehidupan itu sendiri.

Kandungan Gizi dan Manfaat untuk Kesehatan

Bicara soal cumi hitam, tak lengkap rasanya tanpa menyinggung kandungan gizinya. Cumi dikenal sebagai sumber protein hewani yang rendah lemak dan kaya akan nutrisi penting seperti vitamin B12, zat besi, serta selenium. Namun, yang jarang diketahui adalah manfaat dari tinta cuminya.

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa tinta cumi mengandung senyawa bioaktif seperti melanin, dopamin, dan peptida yang berfungsi sebagai antioksidan alami. Artinya, mengonsumsi cumi hitam dalam jumlah wajar bisa membantu tubuh melawan radikal bebas dan memperkuat sistem imun.

Selain itu, tinta cumi juga dipercaya memiliki efek antimikroba yang dapat membantu mencegah infeksi ringan. Walaupun belum banyak penelitian klinis mendalam di Indonesia, manfaat ini sudah lama diketahui dalam pengobatan tradisional Jepang dan Mediterania.

Namun tentu saja, seperti semua makanan laut, konsumsi cumi hitam perlu diseimbangkan. Kandungan kolesterolnya cukup tinggi, jadi bagi penderita hipertensi atau penyakit jantung disarankan untuk tidak berlebihan. Tapi kalau dikonsumsi dengan bijak, cumi hitam bisa menjadi pilihan makanan yang tidak hanya lezat tapi juga bergizi.

Menariknya, kini ada banyak produk olahan berbasis tinta cumi yang dikembangkan industri pangan modern, seperti pasta hitam atau saus tinta cumi dalam kemasan. Artinya, manfaat dan rasa khas cumi hitam kini bisa dinikmati dengan cara yang lebih praktis, tanpa harus repot membersihkan tinta mentahnya.

Mata Dunia Kuliner: Dari Warung ke Restoran Bintang Lima

Popularitas cumi hitam tidak lagi terbatas di dapur rumahan Indonesia. Hidangan berbasis tinta cumi kini sudah dikenal luas di dunia internasional. Misalnya, “squid ink pasta” di Italia atau “arroz negro” di Spanyol yang memiliki kemiripan dengan cumi hitam nusantara.

Bedanya, di Indonesia, bumbu rempah menjadi elemen utama yang memperkaya cita rasa. Kelezatan cumi hitam Indonesia tidak hanya berasal dari tinta, tapi juga dari perpaduan cabai, bawang, tomat, dan terkadang santan yang menghasilkan rasa kompleks.

Tak heran, beberapa restoran mewah di Jakarta, Bali, dan Surabaya kini memasukkan cumi hitam ke dalam menu eksklusif mereka. Bahkan beberapa chef luar negeri memuji keunikan rasa cumi hitam Indonesia yang dianggap lebih berkarakter dibanding versi Eropa.

Bagi para pecinta kuliner, cumi hitam adalah simbol dari keberanian rasa. Warna hitam yang menantang dan cita rasanya yang kuat menunjukkan betapa kaya imajinasi dapur Indonesia.

Di tengah arus globalisasi kuliner, cumi hitam berhasil mempertahankan identitas lokalnya. Ia mungkin sederhana, tapi punya jiwa yang dalam—sebuah representasi dari kekayaan laut dan budaya Indonesia yang tiada duanya.

Sebuah Warisan Rasa yang Layak Dirayakan

Dalam dunia kuliner yang serba cepat dan penuh tren baru, cumi hitam tetap berdiri teguh sebagai warisan rasa yang otentik. Ia bukan hanya tentang makanan, tetapi tentang cerita, tentang laut, dan tentang cinta terhadap bahan alami.

Setiap kali menyendok kuah hitam pekatnya, kita seakan diajak menyelami sejarah panjang bangsa maritim yang hidup berdampingan dengan laut. Dari tangan nelayan hingga dapur modern, cumi hitam adalah bukti bahwa kelezatan sejati lahir dari kesederhanaan dan kesabaran.

Jadi, jika suatu hari kamu menemukan cumi di meja makan, jangan ragu. Nikmati setiap suapannya. Karena di balik warna gelapnya, tersimpan cahaya rasa yang luar biasa.

Temukan Informasi Lengkapnya Tentang: Food

Baca Juga Artikel Berikut: Soto Ceker: Cita Rasa Hangat yang Bikin Rindu Rumah dan Nambah Terus

Author

By Paulin