Jakarta, odishanewsinsight.com – Di sebuah pasar pagi yang sibuk, ada seorang pedagang tua yang selalu menempati sudut yang sama selama lebih dari tiga dekade. Nenek itu menjual Lupis Ketan Daun Pisang—jajanan tradisional yang tampak sederhana, namun selalu membuat antrian panjang sejak subuh. Ada cerita menarik yang sempat diceritakan seorang pembeli: ia pernah kembali hanya untuk menanyakan, “Bu, kenapa lupisnya enak sekali? Rasanya seperti masa kecil.” Sang pedagang tersenyum, lalu menjawab, “Karena lupis itu harus pakai hati.”
Kisah kecil ini mungkin terdengar biasa, tapi di balik jajanan bernama Lupis Ketan Daun Pisang, tersimpan sejarah panjang dan rasa yang mampu menggugah ingatan siapa pun. Jajanan ini telah melewati berbagai era, dari zaman ketika pasar rakyat masih beralas tanah hingga era modern ketika makanan difoto lebih dulu sebelum disantap.
Di sejumlah pemberitaan kuliner Indonesia, Lupis Ketan masih disebut sebagai salah satu jajanan pasar paling dicari. Alasannya bukan hanya karena rasanya yang manis-gurih, tetapi juga karena kehadirannya yang membangkitkan memori. Lupis tidak sekadar makanan—ia adalah cerita tentang desa, keluarga, dan tradisi yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Yang membuat Lupis Ketan Daun Pisang begitu istimewa adalah perpaduan sederhana: ketan putih yang kenyal, taburan kelapa parut, dan siraman gula merah yang kental. Semuanya dibungkus dalam daun pisang yang memberikan aroma alami—aroma yang tidak bisa ditiru oleh teknologi modern.
Walaupun Lupis bisa ditemukan di beberapa kota besar, versi tradisional yang dibungkus daun pisang tetap menjadi favorit. Daun pisang bukan sekadar pembungkus. Ia adalah bagian dari identitas jajanan ini, memberikan wangi yang membuat makanan terasa hidup.
Asal Usul dan Filosofi di Balik Lupis Ketan Daun Pisang

Jika ditelusuri lebih dalam, Lupis adalah jajanan yang memiliki akar kuat dalam budaya Jawa dan Betawi. Ada beberapa versi cerita, tetapi banyak pengamat kuliner berpendapat bahwa Lupis dulunya sering hadir dalam acara syukuran desa atau upacara adat tertentu. Sifat ketan yang lengket dianggap simbol kebersamaan—agar keluarga dan masyarakat tetap “menempel” satu sama lain.
Di beberapa desa, Lupis disajikan saat panen sebagai bentuk rasa syukur. Bentuknya yang menyerupai limas atau segitiga sering dikaitkan dengan simbol kemakmuran. Dalam banyak perayaan kecil seperti ulang tahun anak atau acara selamatan rumah, Lupis menjadi salah satu sajian wajib yang dibawa ibu-ibu lintas generasi.
Menariknya, ada pula yang berpendapat bahwa Lupis muncul sebagai alternatif makanan pokok ketika masyarakat mengalami krisis beras pada masa lalu. Karena ketan lebih mudah dibudidayakan dibanding beras wangi, masyarakat bereksperimen dan menciptakan Lupis sebagai makanan pengganti yang lebih nikmat.
Beberapa media kuliner pernah membahas tentang bagaimana makanan-makanan rakyat seperti Lupis menunjukkan kreativitas masyarakat Nusantara. Bahan sederhana bisa menjadi sajian lezat jika dipadukan dengan teknik yang tepat. Dan Lupis Ketan Daun Pisang adalah bukti konkret dari kreativitas itu.
Filosofi ketan yang lengket, gula merah yang manis, dan kelapa yang gurih sering dianggap mencerminkan keseimbangan dalam hidup. Tidak ada satu rasa yang mendominasi, tetapi semuanya saling melengkapi—seperti hidup yang berjalan baik ketika ada harmoni.
Proses Pembuatan Lupis: Kesederhanaan yang Memerlukan Ketelitian
Meski terlihat mudah, membuat Lupis Ketan Daun Pisang bukanlah pekerjaan singkat. Ada sejumlah proses tradisional yang harus dilalui, dan setiap langkah sangat berpengaruh pada hasil akhir.
Mari kita tinjau langkah demi langkah.
a. Pemilihan dan Perendaman Ketan
Ketan yang digunakan harus ketan putih berkualitas, biasanya dari panen terbaru. Dalam wawancara dengan pedagang pasar di beberapa daerah, mereka sering menegaskan bahwa ketan tua membuat Lupis cepat hancur. Karena itu, ketan harus direndam minimal 2–3 jam agar teksturnya lebih lembut.
b. Pembuatan Bungkusan Daun Pisang
Inilah bagian yang sering diremehkan orang. Daun pisang harus dipanaskan sebentar di atas api agar lentur. Setelah itu dipotong sesuai ukuran, dibentuk kerucut, lalu diisi ketan sampai penuh. Banyak pedagang yang mengisi ketan sambil menekan pelan agar bentuknya solid.
Ada pedagang yang berkata, “Kalau ketannya kurang padat, Lupis bisa pecah saat direbus.” Sebuah kesalahan kecil bisa membuat satu batch Lupis gagal.
c. Proses Perebusan yang Lama
Lupis direbus dalam panci besar selama 3–4 jam. Ini bukan angka sembarangan. Perebusan yang terlalu cepat membuat ketan tidak menyatu, sedangkan perebusan terlalu lama membuat Lupis keras. Para pembuat Lupis tradisional biasanya mengetahui waktu yang tepat hanya dari aroma dan tekstur.
Di pasar malam sebuah kota kecil di Jawa Tengah, pernah ada lomba memasak Lupis. Salah satu juri menjelaskan bahwa hasil Lupis terbaik adalah yang “kadar lengketnya pas, tidak lembek, tidak keras, tapi mengikat sempurna.”
d. Topping Kelapa dan Gula Merah
Kelapa parut harus segar agar aromanya tidak berubah. Sementara gula merah dicairkan dengan sedikit garam agar rasanya tidak terlalu manis. Di beberapa daerah, gula merah dicampur sedikit pandan agar lebih harum.
Yang membuat Lupis Ketan Daun Pisang begitu khas adalah rasa gula merah yang tidak mudah ditemukan di dessert modern. Ada sensasi hangat dan aroma khas yang membuat satu gigitan terasa seperti pulang ke kampung halaman.
Lupis Ketan Daun Pisang dalam Budaya Pop dan Tren Kuliner Masa Kini
Di era digital ketika makanan sering viral di media sosial, Lupis justru mendapatkan perhatian baru. Banyak food vlogger Indonesia yang merekam pengalaman mencoba Lupis tradisional dari berbagai daerah. Mereka sering mengomentari aroma daun pisang yang harum, tekstur ketan yang lembut, serta perpaduan rasa manis-gurih yang unik.
Media kuliner nasional mencatat bahwa Lupis masuk dalam daftar jajanan pasar dengan pencarian tinggi saat bulan Ramadan dan hari-hari besar. Banyak orang mencari Lupis sebagai takjil atau hidangan nostalgia untuk keluarga.
Beberapa tren menarik terkait Lupis:
1. Lupis Versi Mini
Banyak UMKM yang membuat Lupis ukuran kecil agar lebih praktis dan cocok untuk hampers.
2. Lupis Modern
Beberapa kedai dessert menciptakan Lupis dengan tambahan es krim atau saus modern seperti caramel. Meski menu baru ini banyak diminati generasi muda, Lupis tradisional tetap menjadi primadona.
3. Festival Jajanan Pasar
Di beberapa kota besar, Lupis sering menjadi menu wajib dalam festival kuliner khas Nusantara.
4. Penjualan Online
Lupis kini banyak dijual secara pre-order karena proses pembuatannya yang lama. Namun ini membuka peluang besar bagi UMKM untuk memperluas pasar.
Yang menarik adalah meskipun banyak inovasi bermunculan, Lupis Ketan Daun Pisang tetap dipertahankan dalam bentuk aslinya—karena itulah kekuatan kuliner tradisional: konsistensi rasa.
Mengapa Lupis Ketan Daun Pisang Tetap Relevan di Era Modern?
Bisa dibilang, Lupis adalah salah satu jajanan tradisional yang tidak pernah benar-benar hilang dari radar kuliner Indonesia. Banyak makanan modern datang dan pergi, tetapi Lupis tetap bertahan. Alasannya cukup jelas:
1. Rasanya Otentik dan Tak Tergantikan
Tidak ada dessert modern yang benar-benar bisa menggantikan perpaduan ketan, kelapa, dan gula merah khas Nusantara.
2. Aroma Daun Pisang yang Natural
Daun pisang memberi identitas pada Lupis—warisan yang tidak bisa ditiru oleh plastik atau kemasan modern.
3. Nostalgia yang Tidak Ternilai
Bagi banyak orang, satu gigitan Lupis sama seperti membuka album kenangan.
4. Bahan Alami dan Sehat
Lupis tidak memerlukan pewarna atau pengawet. Semuanya berasal dari bahan lokal yang ramah tubuh.
5. Cocok dengan Selera Modern
Tekstur kenyal dan rasa manis-gurih membuat Lupis tetap disukai generasi muda.
Jika kita melihat tren kuliner nasional, makanan tradisional kini semakin dihargai. Banyak restoran dan pelaku UMKM kembali mengangkat makanan-makanan lokal, termasuk Lupis, sebagai produk unggulan. Media Indonesia pun banyak mengangkat kisah pedagang Lupis legendaris yang telah bertahan selama puluhan tahun.
Lupis Ketan Daun Pisang bukan sekadar jajanan. Ia adalah simbol perjalanan panjang kuliner Nusantara yang terus beradaptasi.
Penutup: Sebuah Jajanan, Sebuah Cerita
Dari bungkusan daun pisang yang sederhana, Lupis menyimpan cerita tentang Indonesia—tentang tradisi, keluarga, momen kecil yang menghangatkan, dan aroma dapur nenek yang tak pernah hilang.
Jajanan ini mengajarkan kita bahwa makanan bukan hanya tentang rasa, tetapi juga tentang nilai, memori, dan identitas.
Baca Juga Konten Dengan Artikel Terkait Tentang: Food
Baca Juga Artikel Dari: Tahu Gejrot Kuah Pedas – Sensasi Kuliner Tradisional yang Tetap Menggigit di Lidah Generasi Masa Kini
