Pedagang Asongan Pisang, Hari itu panas banget. Jalanan macet, klakson bersahut-sahutan, dan saya lagi duduk kesal di balik kemudi sambil ngeluh dalam hati soal kerjaan, soal tagihan, dan soal hidup yang rasanya mentok.
Sampai tiba-tiba… ketuk kaca.
“Pisang gorengnya, Bang. Baru angkat. Seribuan satu.“
Seorang pria tua dengan wajah penuh keriput dan senyum ramah menatap saya sambil mengangkat plastik kresek berisi pisang goreng. Saya sempat ragu. Mau nolak, tapi mata itu seperti… minta waktu. Bukan uang, tapi perhatian.
Saya akhirnya beli tiga. Seribu per biji. Tangan beliau gemetar saat menerima uang saya.
Saya Nggak Nyangka Hidup Saya Bisa Diingatkan Lewat Pisang Goreng
Pisangnya Biasa Aja, Tapi Ceritanya Luar Biasa
Saya gigit satu. Rasanya standar. Nggak krispi, agak lembek, sedikit berminyak. Tapi ada sesuatu yang bikin pisang itu terasa… istimewa.
Mungkin karena saya mulai sadar: di balik gorengan itu ada cerita. Ada tenaga, ada jalan kaki, ada panas matahari, ada harapan.
Saya buka kaca jendela lagi.
“Bapak tiap hari jualan di sini?“
Dia jawab sambil ngelap keringat,
“Iya, Bang. Dari pagi. Bawa dari rumah. Saya numpang goreng di warung sebelah. Nggak semua laku, tapi ya… asal bisa bawa pulang beras.“
Saya cuma bisa angguk.
Dulu Saya Sering Ngeluh Soal Gaji Kecil
Saya nggak akan munafik, saya sering banget ngeluh:
-
“Kerjaan capek tapi gaji segitu-gitu aja.”
-
“Lembur gak dihitung.”
-
“Nggak ada apresiasi dari atasan.”
Tapi pertemuan saya dengan si bapak itu bikin saya sadar:
Saya digaji rutin. Dia nggak. Saya kerja di ruangan. Dia di trotoar. Saya punya BPJS. Dia? Entah.
Rasanya malu sendiri. Kadang kita sibuk ngeluh karena perbandingan sosial media, lupa bahwa di sekitar kita ada yang hidupnya jauh lebih keras… tapi nggak pernah sekalipun ngeluh.
Saya Cari Dia Lagi Seminggu Kemudian
Saya jadi mikir terus tentang dia. Minggu depannya saya sengaja lewat jalur yang sama. Nyari-nyari sosoknya. Dan syukurlah, dia masih di situ. Kali ini, cuaca hujan rintik.
Saya beli semua sisa pisangnya.
Dia sempat bingung, “Beneran, Bang? Ini banyak lho.”
Saya bilang, “Iya, saya suka pisang, Pak.” Padahal enggak juga, saya cuma nggak tega lihat beliau nungguin pelanggan terakhir di tengah hujan.
Kali ini saya ajak ngobrol agak lama. Saya tanya:
“Bapak udah jualan berapa lama?”
Dia bilang,
“Udah hampir 10 tahun. Dulu jualan koran. Tapi makin ke sini, koran sepi. Pisang goreng lebih bisa muter.”
Ternyata Bukan Cuma Masalah Ekonomi, Tapi Juga Harga Diri
Yang bikin saya terenyuh adalah saat beliau ngomong:
“Saya ini bukan pengemis, Bang. Saya dagang. Walau kadang ya rasanya miris juga… orang lebih milih beli kopi 20 ribu, tapi nawar pisang goreng seribu.”
Saya diem. Gak bisa bales. Kena, sih.
Dan ini bukan cuma soal penghasilan. Tapi soal harga diri seorang manusia.
Dia bangga karena tetap kerja. Tetap usaha. Meskipun kecil.
Dan saya belajar bahwa kerja keras yang paling murni itu yang nggak banyak ngomong, tapi kelihatan dari langkah kaki.
Bayangkan Kalau Dia Punya Sedikit Akses Teknologi
Saya sempat berpikir, gimana ya kalau beliau dibantu sama komunitas digital?
Kayak dikasih pelatihan jualan online, atau sekadar dikasih kartu nama QRIS. Supaya orang bisa transfer atau pesan.
Contoh:
-
Bank Sampah Digital bantu ibu-ibu kampung kelola plastik.
-
UMKM Go Digital bantu penjual cilok masuk ke GrabFood.
-
Kenapa Pedagang Asongan Pisang nggak bisa juga?
Saya Ajak Teman Saya Bikin Gerakan Kecil
Bulan berikutnya, saya ajak dua teman saya yang anak desain dan social media. Kita bantuin si bapak bikin nama dagang: “Pisang Pak Yon”.
Kami fotoin dia, bikin logo kecil, dan kasih label plastik yang ada nomor WA.
Lalu kami bikin satu post IG dan share di WhatsApp.
Gak sampai viral, tapi lumayan.
Beberapa orang mulai nyari dia di lampu merah. Bahkan ada yang pesen buat kantor.
Dia sampai bilang ke saya,
“Saya kira saya cuma bisa jual di jalan. Ternyata bisa juga kirim.”
Sekarang Saya Punya Perspektif Baru Soal “Pekerjaan Kecil”
Dulu saya kira sukses itu kalau punya kantor sendiri.
Pakai batik tiap Jumat. Bawa map ke mana-mana.
Tapi sejak ketemu Pak Yon, saya sadar:
-
Kerja jujur itu bentuk sukses juga.
-
Dagangan kecil bisa punya nilai besar.
-
Hidup itu bukan cuma soal untung rugi, tapi juga tentang berarti.
Dan saya pikir, kita perlu lebih banyak cerita kayak gini.
Bukan buat sedih-sedihan, tapi buat buka mata bahwa kerja keras nggak selalu ada di balik meja.
Penutup: Kalau Kamu Ketemu Pedagang Asongan Pisang Hari Ini…
Jangan langsung tolak.
Coba lihat matanya.
Coba tanya namanya.
Coba beli, walau satu.
Karena bisa jadi, itu satu-satunya rezeki dia hari itu.
Dan siapa tahu, kamu juga dapet pelajaran hidup yang gak bakal kamu temuin di buku mana pun.
Baca Juga Artikel dari: Kuih Cincin: Lezat, Tradisional, dan Menggoda!
Baca Juga konten dengan Artikel Terkait Tentang: Food
