Jakarta, odishanewsinsight.com – Ada satu momen yang tak pernah saya lupa. Malam hujan deras di Jakarta, seorang teman mengajak saya ke sebuah rumah makan tua di bilangan Menteng. “Lo harus coba sop buntutnya,” katanya singkat. Begitu mangkuk panas itu diletakkan di meja, aroma kaldu sapi langsung menyeruak, seakan menghangatkan ruang sebelum sendok pertama menyentuh bibir. Potongan buntut sapi yang empuk, kuah bening nan gurih, dan taburan seledri segar membuat saya mengerti kenapa sopbuntut disebut sebagai salah satu mahakarya kuliner Indonesia.
Sop buntut bukan hanya sekadar makanan, tetapi juga cerita panjang tentang percampuran budaya, sejarah kolonial, dan kecintaan masyarakat pada hidangan hangat. Artikel ini akan mengulasnya secara mendalam: dari sejarah, ragam penyajian, hingga mengapa hidangan ini tetap relevan di era modern.
Jejak Sejarah Sop Buntut di Indonesia

Meski kini dianggap “hidangan asli Indonesia”, sop buntut sesungguhnya adalah bukti bagaimana kuliner bisa lahir dari adaptasi. Konon, sop buntut pertama kali diperkenalkan oleh pengaruh Eropa, khususnya Belanda, pada masa kolonial. Buntut sapi yang kala itu dianggap sebagai bagian kurang bernilai, justru diolah menjadi sup sederhana oleh masyarakat.
Namun, berbeda dari versi Eropa yang cenderung kental dengan krim dan tomat, sopbuntut di Indonesia berkembang menjadi kuah bening dengan bumbu rempah khas nusantara. Perpaduan bawang putih, pala, merica, cengkeh, dan kayu manis memberi aroma yang kompleks sekaligus menenangkan.
Di Jakarta, sop buntut mulai populer sejak tahun 1970-an, ketika restoran-restoran legendaris seperti Hotel Borobudur memopulerkan menu ini. Hingga kini, sopbuntut Borobudur masih dianggap sebagai standar emas dalam dunia sopbuntut di tanah air.
Sejarah singkat ini membuktikan satu hal: apa yang dulu dianggap “sisa” kini menjadi ikon kuliner berkelas.
Rahasia Kelezatan Sop Buntut
Kalau ditanya kenapa sop buntut begitu digemari, jawabannya sederhana: rasa kuahnya yang kaya namun tetap ringan.
1. Pemilihan Buntut Sapi
Buntut sapi memiliki kombinasi daging, lemak, dan tulang yang ideal untuk menghasilkan kaldu gurih. Potongan buntut direbus lama, biasanya hingga 3 jam atau lebih, agar daging empuk dan kaldu keluar sempurna.
2. Rempah Nusantara
Bumbu sopbuntut khas Indonesia tidak main-main. Pala dan cengkeh memberikan sentuhan hangat, merica memberi tendangan pedas ringan, sementara seledri dan daun bawang menambah kesegaran.
3. Teknik Memasak
Kunci sopbuntut yang nikmat ada pada kesabaran. Kuah harus direbus dengan api kecil agar tetap bening. Jika terlalu terburu-buru, kuah bisa keruh dan minyak berlebihan akan mengapung di permukaan.
4. Pelengkap yang Menggoda
Nasi putih hangat, sambal rawit, kecap manis, hingga kerupuk udang sering menjadi pelengkap wajib. Beberapa orang bahkan menambahkan emping goreng sebagai teman setia.
Tak heran, ketika semangkuk sop buntut hadir di meja, ia selalu berhasil menciptakan suasana hangat dan mengundang selera.
Variasi Sop Buntut di Berbagai Daerah
Uniknya, sop buntut tidak hanya punya satu versi. Seiring waktu, masyarakat Indonesia mengembangkan berbagai kreasi.
-
Sop Buntut Bakar
Setelah direbus hingga empuk, buntut sapi dibakar dengan bumbu kecap manis dan rempah, lalu disajikan dengan kuah terpisah. Rasanya lebih smoky dan manis gurih. -
Sop Buntut Goreng
Buntut sapi digoreng setelah direbus, memberikan tekstur renyah di luar namun tetap lembut di dalam. Biasanya disantap dengan sambal yang pedas menyengat. -
Sop Buntut Betawi
Ciri khasnya ada pada kuah yang lebih pekat karena tambahan rempah lokal. Sering dihidangkan dengan emping melinjo sebagai pelengkap. -
Sop Buntut Modern
Di beberapa restoran kontemporer, sopbuntut dihidangkan dengan gaya fusion, misalnya dengan tambahan pasta atau disajikan dalam bentuk ramen khas Jepang.
Variasi ini membuktikan bahwa sop buntut bukan hanya sekadar tradisi, tapi juga makanan yang mampu beradaptasi dengan zaman.
Sop Buntut dalam Budaya dan Gaya Hidup
Di Indonesia, sop buntut sering diasosiasikan dengan momen spesial. Tidak sedikit keluarga yang memilih menyajikan sopbuntut saat Lebaran, acara keluarga, atau bahkan jamuan resmi. Kehadiran sopbuntut di meja makan memberi kesan mewah dan hangat sekaligus.
Bagi generasi muda, sopbuntut juga mulai dianggap sebagai “comfort food”. Di tengah tren makanan cepat saji, banyak yang kembali mencari makanan berkuah tradisional yang bisa mengingatkan pada masakan rumah.
Tak hanya itu, sopbuntut juga punya nilai sosial. Banyak warung sopbuntut yang menjadi tempat nongkrong lintas generasi, dari pejabat hingga mahasiswa. Di meja yang sama, mereka bisa larut dalam kehangatan kuah dan obrolan santai.
Nilai Gizi dan Kesehatan Sop Buntut
Selain lezat, sop buntut juga kaya gizi. Daging buntut sapi mengandung protein tinggi, kolagen, serta mineral penting seperti zat besi dan fosfor.
Namun, ada catatan penting: sopbuntut mengandung lemak cukup tinggi. Karena itu, konsumsinya sebaiknya seimbang. Tambahan sayuran seperti wortel, kentang, dan buncis membuat sopbuntut lebih sehat dan lengkap nutrisinya.
Bagi sebagian orang, sopbuntut juga dianggap bisa meningkatkan stamina. Kuah kaldu yang hangat sering dipercaya memberi energi tambahan, apalagi ketika tubuh sedang lelah.
Sop Buntut di Kancah Internasional
Menariknya, sop buntut tidak hanya populer di Indonesia. Restoran Indonesia di luar negeri sering menjadikan sopbuntut sebagai salah satu menu andalan untuk memperkenalkan kuliner nusantara.
Di Belanda, sopbuntut bisa ditemukan di restoran-restoran yang menyajikan masakan Indonesia. Bahkan beberapa chef internasional mulai memasukkan sopbuntut ke dalam menu mereka dengan sentuhan modern, menunjukkan bahwa hidangan ini punya daya tarik universal.
Kesimpulan: Sop Buntut, Simbol Kehangatan Nusantara
Lebih dari sekadar makanan, sop buntut adalah representasi budaya Indonesia: sederhana tapi kaya rasa, lahir dari keterbatasan namun berkembang menjadi simbol kemewahan.
Dari sejarah panjangnya di era kolonial, evolusi resep di berbagai daerah, hingga popularitasnya di restoran modern, sopbuntut tetap berdiri sebagai salah satu ikon kuliner nusantara yang tidak lekang oleh waktu.
Jadi, lain kali ketika hujan turun dan udara terasa dingin, mungkin sudah waktunya mencari semangkuk sopbuntut panas. Karena di balik setiap suapan, ada sejarah, kehangatan, dan cita rasa Indonesia yang tak tergantikan.
Baca Juga Konten Dengan Artikel Terkait Tentang: Food
Baca Juga Artikel Dari: Sop Iga: Sajian Hangat Nusantara yang Selalu Dirindukan
