Jakarta, odishanewsinsight.com – Bayangkan kamu berada di sebuah trattoria kecil di sudut kota Milan. Lampu gantung dari besi tempa menyala temaram. Di meja kayu tua, seorang nona Italia paruh baya menyajikan semangkuk risotto berwarna emas dengan aroma khas yang menusuk hidung. Saat suapan pertama masuk ke mulut, ada rasa gurih yang elegan, creamy tapi tidak eneg, dengan sentuhan pahit manis dari saffron. Itulah Risotto Milanese.
Hidangan ini bukan cuma soal rasa. Ia adalah representasi dari sejarah, tradisi, dan warisan kuliner dari Italia Utara—khususnya kota Milan. Dalam banyak cerita rakyat lokal, risotto ini disebut-sebut telah lahir sejak abad ke-16. Konon, seorang pelukis kaca bernama Valerio dari Belgia menggunakan saffron untuk mewarnai kaca jendela gereja di Milan. Tapi saat pesta pernikahan putrinya, ia secara iseng meminta juru masak menambahkan saffron ke dalam nasi. Hasilnya? Sebuah kejutan emas yang berubah jadi ikon kuliner Italia.
Dalam versi modern, Risotto Milanese identik dengan kaldu daging, anggur putih, bawang bombay, mentega, keju parmesan, dan tentu saja saffron. Warna kuning keemasan dari rempah itu menjadi ciri khas yang membedakan risotto ini dari yang lain.
Rahasia Rasa: Kenapa Risotto Milanese Punya Tekstur dan Aroma yang Tidak Tertandingi?

Membuat risotto bisa dibilang mirip menulis puisi. Butuh kesabaran, ritme, dan rasa. Tidak bisa buru-buru, tidak boleh asal.
Salah satu alasan kenapa Risotto Milanese terasa sangat berbeda dibanding nasi biasa atau bahkan nasi kuning Indonesia, terletak pada tiga elemen penting: teknik memasak, bahan berkualitas tinggi, dan timing.
Pertama, teknik stirring bertahap.
Nasi—biasanya jenis arborio atau carnaroli—dimasak dengan perlahan sambil ditambahkan kaldu hangat sedikit demi sedikit. Proses ini memungkinkan pati keluar dari bulir nasi, menciptakan konsistensi creamy tanpa tambahan krim sama sekali.
Kedua, saffron.
Bahan ini sering dianggap mewah, bahkan lebih mahal dari emas dalam hitungan gram. Tapi secuil saja bisa memberi warna cerah dan aroma floral yang sangat khas. Saffron harus direndam dulu dalam air hangat agar warnanya keluar maksimal.
Ketiga, parmesan dan mentega.
Di akhir proses, keju parmesan dan sepotong mentega ditambahkan untuk menambah rasa gurih dan kekayaan tekstur. Ada istilah di dapur Italia, “mantecatura”, yang berarti proses pengadukan terakhir yang membuat risotto mengilap dan lembut.
Kalau dibuat dengan benar, suapan risotto Milanese akan terasa hangat, gurih, dengan aftertaste yang sedikit pahit dari saffron—tapi itulah daya pikatnya.
Versi Modern, Adaptasi, dan Eksperimen di Indonesia
Kamu mungkin berpikir, “Ah, itu kan makanan orang Italia. Susah bahannya.” Tapi tunggu dulu.
Belakangan ini, makin banyak restoran dan chef Indonesia yang mencoba mengadaptasi Risotto Milanese dengan sentuhan lokal. Bahkan beberapa ibu rumah tangga kreatif sudah bereksperimen di dapur rumahan.
Misalnya, di Jakarta, sebuah restoran fine dining di Senopati menyajikan Risotto Milanese dengan topping rendang wagyu. Di Bandung, seorang chef menambahkan serundeng kelapa dan sambal matah sebagai garnish. Hasilnya? Fusion yang unik dan surprisingly cocok.
Di rumah pun bisa. Kalau tidak punya saffron (karena ya… mahal), kamu bisa pakai kunyit segar untuk warna kuning alami. Memang rasanya tidak sama, tapi tetap bisa memberikan aroma hangat dan tampilan menggoda.
Seorang food blogger dari Surabaya bahkan pernah mencoba membuat “risotto kearifan lokal” dengan kaldu ikan bandeng, daun jeruk, dan sambal ijo. Walau purist Italia pasti akan mengernyitkan dahi, versi ini membuktikan bahwa risotto bisa menjadi kanvas luas untuk berkreasi.
Risotto Milanese dalam Perspektif Gaya Hidup dan Sosial
Makanan bukan hanya soal kenyang. Ia juga refleksi gaya hidup, status sosial, dan kadang jadi simbol dari “kelas” tertentu.
Di Italia sendiri, Risotto Milanese dianggap sebagai makanan klasik yang elegan, namun bukan eksklusif. Bisa ditemukan di rumah-rumah keluarga Milan maupun restoran berbintang Michelin.
Namun ketika menyentuh ranah Asia, terutama Indonesia, risotto masih dianggap makanan “kelas atas” atau bahkan “makanan Instagram”. Disajikan di piring keramik cantik, dengan garnish bunga edible dan harga yang bisa bikin kening berkeringat.
Tapi tren mulai bergeser. Banyak anak muda—terutama Gen Z kulineran—yang tidak hanya mengejar rasa, tapi juga cerita di balik makanan. Mereka tertarik mencoba risotto bukan karena tren semata, tapi karena penasaran tentang proses dan sejarahnya.
Di sinilah risotto, khususnya versi Milanese, punya kekuatan storytelling yang kuat. Ia bukan sekadar makanan creamy, tapi warisan kuliner yang membawa cita rasa zaman Renaissance sampai ke piring kita hari ini.
Tips Membuat Risotto Milanese Sendiri: Simpel Tapi Butuh Cinta
Kalau kamu ingin mencoba membuat Risotto Milanese sendiri di rumah, berikut tips dari pengalaman pribadi dan juga obrolan dengan seorang chef muda dari Yogyakarta:
a. Pilih beras yang benar
Gunakan arborio, carnaroli, atau vialone nano. Kalau terpaksa, bisa pakai beras biasa, tapi rendam dulu dan jangan harap tekstur se-creamy versi aslinya.
b. Kaldu hangat dan sabar
Kaldu (bisa dari ayam, sapi, atau jamur) harus selalu hangat saat dimasukkan agar proses memasak nasi tetap stabil. Tambah sedikit demi sedikit, jangan langsung tuang semua.
c. Jangan tinggalkan kompor
Risotto harus terus diaduk pelan. Kalau ditinggal, dia akan lengket atau malah kering di satu sisi. Ini makanan yang minta perhatian penuh.
d. Gunakan saffron berkualitas
Kalau bisa, cari saffron asli. Rendam dulu 10–15 helai dalam 2 sdm air hangat, lalu tambahkan di tengah proses memasak.
e. Mantecatura: jangan lupa tahap akhir
Matikan api, tambahkan mentega dan keju parut, lalu aduk rata hingga risotto mengilap dan creamy.
Waktu terbaik menyantap risotto? Saat masih hangat, langsung dari panci, dengan sendok besar, dan ditemani obrolan ringan. Sederhana, tapi memuaskan jiwa.
Penutup: Risotto Milanese, Simbol Klasik yang Layak Dicicipi Semua Lidah
Di tengah ramainya kuliner cepat saji, saus instan, dan makanan yang serba cepat—Risotto Milanese mengajarkan kita pentingnya proses dan perhatian. Ia bukan makanan yang bisa kamu buat dalam lima menit. Tapi setiap langkahnya memberi pelajaran soal kesabaran, kepekaan rasa, dan keindahan detail kecil.
Bagi banyak orang, mungkin risotto hanyalah nasi lembek mahal. Tapi bagi yang pernah mencicipinya dengan sepenuh hati, risotto—khususnya yang Milanese—adalah pengalaman kuliner yang tak bisa digantikan.
Dan kamu tahu apa yang lebih hebat? Bahwa sekarang, kamu bisa menghadirkannya di meja makan rumahmu sendiri.
Jadi, ambil wajan lebar, siapkan kaldu, dan nikmati setiap prosesnya. Karena seperti hidup, risotto bukan soal hasil akhir, tapi soal bagaimana kamu menjalani setiap sendok perjalanan itu.
Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Food
Baca Juga Artikel Dari: Telur Balado Merah: Pedasnya Bikin Nagih, Lezatnya Bikin Ketagihan
