Saya mulai journaling bukan karena ikut tren, tapi karena burnout. Waktu itu saya kerja non-stop, pikiran penuh, tidur gelisah, dan bangun pun masih capek. Saya merasa seperti zombie yang hidup dari to-do list tanpa arah.
Sampai suatu hari, saya baca kutipan sederhana: “Tulis pikiranmu, biarkan hatimu bicara.” Sepele, tapi saya langsung ambil buku kosong dan mulai menulis. Gak pakai struktur, gak pakai aturan. Saya cuma curhat ke kertas.
Dari sana, pelan-pelan saya membentuk rutinitas journaling harian—pagi dan malam. Dan jujur, itu salah satu keputusan terbaik dalam hidup saya.
Apa Itu Journaling Harian?
Journaling harian adalah praktik menulis rutin setiap hari, biasanya di pagi hari saat memulai hari, dan malam hari untuk refleksi. Tujuannya bukan bikin tulisan indah, tapi menyadari apa yang kamu pikirkan, rasakan, dan alami.
Ada berbagai bentuk journaling:
-
Journaling bebas: nulis apa pun yang muncul di pikiran
-
Prompt-based journaling: menjawab pertanyaan tertentu
-
Gratitude journaling: mencatat hal-hal yang disyukuri
-
Goal tracking: mencatat kemajuan tujuan
-
Emotional release: menulis untuk melampiaskan perasaan
Buat saya pribadi, journaling adalah proses mengenal diri sendiri dengan jujur dan utuh. Kadang saya nulis tentang hal besar, kadang cuma soal secangkir kopi yang rasanya pas.
Mengapa Pagi dan Malam Adalah Waktu Terbaik?
Saya dulu cuma journaling malam. Tapi sejak saya tambahkan journaling pagi, ada perbedaan besar.
Pagi: Menyambut Hari dengan Intensi
Pagi itu ibarat kertas kosong. Journaling di pagi hari bantu saya set niat, menyusun prioritas, dan menetapkan energi positif. Biasanya saya tulis:
-
Apa yang saya syukuri hari ini
-
Apa tujuan saya hari ini
-
Apa satu hal yang ingin saya lakukan dengan penuh kesadaran
Hasilnya? Saya lebih fokus, lebih ringan, dan gak gampang teralihkan. Rasanya kayak mulai hari dengan kompas yang jelas.
Malam: Menutup Hari dengan Refleksi
Saat malam, journaling jadi tempat saya melepaskan semua beban. Di sinilah saya menulis:
-
Apa yang terjadi hari ini
-
Apa yang membuat saya senang
-
Apa yang membuat saya kecewa
-
Apa pelajaran yang saya dapat
Terkadang saya juga minta maaf ke diri sendiri. Kadang menangis. Tapi rasanya selalu lega. Seolah saya gak bawa “sampah emosional” ke tempat tidur.
Manfaat Journaling Harian yang Saya Rasakan Langsung
Saya tidak sedang melebih-lebihkan saat bilang journaling mengubah hidup saya. Ini manfaat nyata yang saya rasakan:
1. Kesehatan Mental Lebih Stabil
Saya lebih bisa mengenali saat saya mulai stres, cemas, atau sedih. Journaling jadi seperti alarm emosi pribadi. Saat sadar lebih awal, saya bisa mengelola emosi lebih sehat.
2. Produktivitas Lebih Terarah
Dengan menulis prioritas dan rencana pagi, saya gak lagi terjebak buka-buka sosial media tanpa arah. Saya tahu apa yang harus dilakukan, kapan, dan kenapa.
3. Hubungan Sosial Membaik
Lucunya, journaling malah bikin saya jadi lebih baik saat ngobrol dengan orang lain. Karena saya sudah “ngobrol” dengan diri sendiri sebelumnya, saya gak meledak, gak reaktif, dan lebih mendengarkan.
4. Tidur Lebih Nyenyak
Menulis malam hari bikin pikiran lebih tenang. Saya gak lagi kepikiran kerjaan pas mau tidur. Semua sudah saya “letakkan” di jurnal.
Tools dan Media yang Saya Gunakan
Awalnya saya pakai buku catatan biasa. Tapi lama-lama saya coba beberapa tools yang memudahkan proses:
-
Buku catatan kosong: tetap favorit saya untuk refleksi malam
-
Aplikasi seperti Journey, Day One, atau Journal It!: cocok buat journaling pagi yang cepat
-
Google Docs: saya buat folder “Journal 2025” dan simpan per tanggal
-
Voice memo (untuk saat terlalu lelah mengetik)
Intinya: gunakan apa yang nyaman buat kamu. Yang penting bukan medianya, tapi momen berhenti sejenak untuk hadir dan jujur pada diri sendiri.
Contoh Prompt yang Sering Saya Gunakan
Buat kamu yang bingung mau nulis apa, ini beberapa pertanyaan yang sering saya gunakan:
Pagi:
-
Apa yang saya rasakan saat bangun hari ini?
-
Apa tiga hal yang saya syukuri pagi ini?
-
Satu hal apa yang ingin saya capai hari ini?
-
Jika hari ini adalah hari terakhir saya, apa yang ingin saya lakukan?
Malam:
-
Apa momen paling berkesan hari ini?
-
Apa hal kecil yang membuat saya tersenyum?
-
Apa yang membuat saya frustrasi, dan kenapa?
-
Apa yang bisa saya lakukan lebih baik besok?
Jangan kaget kalau jawaban kamu berbeda setiap hari. Dan itu justru indahnya.
Journaling dan Healing: Menyembuhkan Diri Lewat Tulisan
Saya pernah mengalami kehilangan orang terdekat. Rasanya sesak, dan saya gak tahu harus cerita ke siapa. Waktu itu journaling jadi pelampiasan yang paling aman.
Saya tulis semuanya: kenangan, rasa bersalah, marah, dan akhirnya… penerimaan. Lewat tulisan itu, saya mengizinkan diri saya bersedih.
Dan saya tahu banyak orang yang juga pakai journaling sebagai bagian dari proses healing: dari trauma, kegagalan, hingga luka masa lalu. Ini bukan terapi formal, tapi bisa jadi terapi pribadi yang lembut dan jujur.
Tantangan Journaling Harian (dan Cara Mengatasinya)
Tentu saja, ada hari-hari di mana saya malas menulis. Kadang capek. Kadang rasanya “gak ada yang menarik buat ditulis.”
Berikut beberapa solusi yang saya coba:
-
Tulis 3 kalimat saja — lebih baik singkat tapi rutin daripada panjang tapi jarang
-
Gunakan bullet points — misalnya 3 hal disyukuri + 1 target + 1 refleksi
-
Pasang reminder jam 6 pagi dan 9 malam
-
Simpan jurnal di tempat yang gampang dijangkau
Dan ingat: tidak ada aturan baku. Journaling itu seperti ngobrol dengan diri sendiri. Kadang banyak cerita, kadang hanya satu bisikan.
Journaling dan Spiritualitas
Bagi saya, journaling juga memperkuat koneksi spiritual. Saya tidak selalu menyebut nama Tuhan dalam tulisan saya, tapi saya sering merasa sedang “berdoa dalam bentuk tulisan”.
Kadang saya tulis permintaan maaf, harapan, atau sekadar “Terima kasih karena masih bisa bernapas hari ini.”
Saya percaya journaling bisa jadi bentuk ibadah batin—saat kamu benar-benar hadir bersama dirimu dan hidupmu.
Journaling untuk Self-Discovery dan Pertumbuhan Pribadi
Ada kalimat favorit saya: “You don’t know what you think until you write it down.”
Setelah beberapa bulan journaling, saya sadar:
-
Pola pikir saya lebih mudah dikenali
-
Kebiasaan buruk saya terlihat dengan jelas
-
Perasaan yang saya anggap sepele ternyata sering muncul
-
Tujuan hidup saya perlahan jadi lebih jernih
Dengan kata lain: journaling adalah alat pembesar kesadaran. Kamu jadi lebih sadar siapa kamu, apa yang kamu perjuangkan, dan ke mana kamu ingin pergi.
Journaling Digital vs Manual: Mana yang Lebih Baik?
Saya pernah coba dua-duanya dan menurut saya, jawabannya tergantung kebutuhan.
Manual cocok untuk:
-
Refleksi mendalam
-
Saat ingin bebas coret-coret
-
Merasa lebih “dekat” dengan tulisan tangan
Digital cocok untuk:
-
Journaling cepat
-
Pagi hari yang sibuk
-
Tracking progres harian atau bullet journaling
Kadang saya gabungkan: pagi pakai aplikasi, malam pakai buku fisik. Yang penting adalah konsistensi, bukan platform-nya.
Menjadikan Journaling Sebagai Kebiasaan Seumur Hidup
Journaling bukan tentang “project 30 hari” atau tren kesehatan mental sesaat. Buat saya, journaling adalah lifestyle. Seperti sikat gigi: kecil, rutin, tapi sangat penting untuk kesehatan.
Tips agar bertahan lama:
-
Jangan terlalu perfeksionis — tulisan berantakan? Gak masalah
-
Anggap ini hadiah buat diri sendiri — bukan kewajiban
-
Rayakan setiap minggu penuh journaling
-
Cetak tulisan favoritmu jadi buku pribadi
-
Baca ulang jurnal lama, dan lihat betapa kamu telah tumbuh
Penutup: Mulai dari Satu Hal Kecil
Kalau kamu masih ragu mulai journaling, saya sarankan: coba saja 3 hari. Pagi dan malam. Tulis hanya 3 kalimat. Rasakan apa yang berubah.
Mungkin tidak langsung terasa. Tapi percayalah, satu halaman hari ini bisa jadi jendela kesadaran besok. Dan kamu akan terkejut melihat betapa banyak hal yang sudah kamu lewati—dan pelajari—hanya dari duduk sejenak dan menulis.
Karena di dunia yang bising dan penuh distraksi, journaling adalah ruang pribadi yang tenang… tempat kamu kembali mengenali diri sendiri.
Baca juga artikel berikut: Vegan Food: Solusi Makan Sehat dan Ramah Lingkungan