Sustainability Fashion, kamu beli kaos murah pas midnight sale online shop, lalu baru dipakai sekali terus masuk laci sampai sekarang? Atau jeans yang kamu beli karena “diskonnya gila”, tapi ternyata nggak nyaman dan akhirnya cuma numpuk?
Saya juga pernah. Bahkan, dulu saya bangga banget kalau bisa beli lima baju di bawah seratus ribu. Rasanya puas. Tapi beberapa tahun lalu, sebuah film dokumenter berjudul The True Cost mengubah semuanya.
Film itu ngasih tahu betapa industri fashion adalah salah satu pencemar lingkungan terbesar di dunia. Air sungai di Bangladesh berwarna ungu karena pewarna tekstil. Pabrik pakaian beroperasi 24 jam dengan upah minim, bahkan untuk anak-anak. Dan, lebih parah lagi, 85% tekstil dunia akhirnya berakhir di tempat sampah.
Itulah kenapa sekarang semakin banyak orang yang mengalihkan perhatiannya ke sustainability fashion—bukan sekadar cara berpakaian, tapi pernyataan gaya hidup. Ini bukan tentang jadi hippie atau anti-belanja. Tapi tentang memilih dengan sadar: beli lebih sedikit, pilih yang lebih baik, dan rawat lebih lama.
Apa Itu Sustainability Fashion? Bukan Cuma Baju dari Goni

Istilah sustainability fashion kadang masih bikin orang salah paham. Banyak yang mikir: “Oh, itu kayak baju karung goni, warnanya earthy semua, modelnya gitu-gitu aja.” Padahal, nggak sesederhana (dan sestereotipikal) itu.
Sustainability fashion mengacu pada praktik produksi, distribusi, dan konsumsi pakaian yang mempertimbangkan aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi secara berkelanjutan. Artinya:
-
Bahan baku dipilih yang ramah lingkungan: katun organik, linen, tencel, bahkan serat daur ulang.
-
Proses produksinya memperhatikan limbah dan konsumsi air.
-
Pekerja dibayar secara adil, dengan kondisi kerja yang manusiawi.
-
Konsumen diajak untuk lebih mindful: apakah benar-benar butuh? Bisa dipakai jangka panjang?
Salah satu contoh nyata adalah merek Patagonia. Mereka nggak cuma menjual jaket gunung mahal, tapi juga menawarkan program reparasi gratis dan sistem daur ulang. Di Indonesia, kita bisa lihat langkah keren dari Sejauh Mata Memandang yang konsisten memakai bahan natural dan mengedukasi soal sampah tekstil.
Sustainability fashion bukan tentang menjauh dari gaya. Justru ini adalah ruang kreatif baru. Banyak desainer muda Indonesia yang mengolah sisa kain (deadstock) jadi tas, outerwear, atau sepatu limited edition yang lebih punya cerita daripada fast fashion 70 ribuan.
Kenapa Sustainability Fashion Penting? Ini Bukan Isu Kelas Atas
Oke, mungkin kamu bertanya, “Tapi bukannya pakaian sustainable itu mahal-mahal ya?” Jujur, iya. Di awal, kelihatannya lebih mahal. Tapi mari kita hitung balik.
Bayangkan kamu beli kaos seharga Rp80 ribu dan bertahan cuma 6 bulan. Bandingkan dengan kaos organik lokal seharga Rp220 ribu, tapi bisa awet 3-4 tahun. Ditambah, bahan lebih adem, dan potongannya pas. Dalam jangka panjang, yang mana lebih murah?
Lebih dari itu, sustainability fashion penting karena dampak industrinya sangat nyata:
-
Produksi tekstil menyumbang sekitar 10% emisi karbon global.
-
Dibutuhkan 2.700 liter air untuk membuat satu kaos katun (setara air minum untuk satu orang selama 2,5 tahun!).
-
Mayoritas pekerja garmen adalah perempuan dari negara berkembang, dan banyak dari mereka bekerja dalam kondisi tidak layak.
Jadi ini bukan sekadar soal style. Ini soal etika. Dan kita sebagai konsumen punya kekuatan untuk mendorong perubahan lewat pilihan kecil.
Ingat kisah Rana Plaza? Bangunan pabrik garmen yang runtuh di Bangladesh tahun 2013, menewaskan lebih dari 1.100 pekerja. Mereka sedang membuat pakaian untuk merek-merek besar yang ada di mall favorit kita. Tragedi itu jadi titik balik banyak orang dalam melihat industri fashion.
Gaya Tetap On Point: Tips Fashionable Sekaligus Sustainable
Berpakaian etis bukan berarti kehilangan selera gaya. Bahkan bisa jadi lebih unik, lebih personal. Nggak percaya? Coba deh tips-tips berikut:
1. Kenali Wardrobe-mu
Buka lemari dan lihat isi sebenarnya. Ada berapa baju yang masih kamu pakai rutin? Mana yang udah bertahun-tahun nggak tersentuh? Dari situ, kamu bisa tentukan kebutuhan vs keinginan.
2. Belanja dari Merek Lokal atau Secondhand
Coba cek di Instagram atau marketplace secondhand. Banyak barang branded dan berkualitas dengan harga miring. Cari hashtag seperti #prelovedindo, #thriftlokal, atau #sustainableid. Selain hemat, kamu bantu mengurangi limbah.
3. Mix & Match Kreatif
Bosan dengan baju yang itu-itu aja? Pelajari layering, padukan warna kontras, atau aksesori simpel. Bahkan dress formal bisa jadi casual dengan jaket denim dan sneakers.
4. Rawat Pakaianmu
Mencuci dengan air dingin, hindari mesin pengering, dan simpan baju dengan baik bisa memperpanjang usia pakaianmu hingga dua kali lipat.
5. Sewaktu-waktu DIY
Coba repair atau modifikasi baju lama. Kemeja longgar bisa dijadikan crop top. Celana bolong bisa jadi celana pendek. Internet penuh tutorial!
Anekdot singkat: seorang teman saya, Nadya, punya gaun dari brand lokal yang awalnya dia pakai ke kondangan. Dua tahun kemudian, dia ubah jadi outer panjang, dan sekarang itu jadi baju favorit buat Zoom meeting. Multifungsi dan penuh cerita.
Tantangan dan Masa Depan Sustainability Fashion di Indonesia
Sejujurnya, jalan sustainability fashion di Indonesia masih panjang. Edukasi masih minim, sistem produksi massal masih dominan, dan kebiasaan konsumen masih lekat dengan harga murah dan “ikut tren”. Tapi, ada harapan.
Beberapa universitas mode seperti ESMOD dan LPTB Susan Budihardjo mulai memasukkan kurikulum sustainability dalam desain. Platform seperti Tinkerlust dan SukkhaCitta jadi pionir dalam menggabungkan bisnis, estetika, dan keberlanjutan.
Bahkan, tren micro influencer di TikTok mulai menunjukkan perubahan. Sekarang, video haul mulai digeser konten “30 wears challenge”—bikin outfit berbeda dari satu item yang sama.
Pemerintah juga pelan-pelan terlibat. Tahun 2023, Kemenperin meluncurkan program “Green Industry for Textile” untuk mendorong efisiensi air dan limbah di sektor ini. Belum ideal, tapi sudah langkah awal.
Dan jangan lupa, kita sebagai konsumen punya suara. Saat permintaan terhadap produk etis meningkat, pasar akan menyesuaikan.
Penutup: Berpakaian Boleh Gaya, Tapi Jangan Lupa Bertanggung Jawab
Sustainability fashion bukan tentang jadi sempurna. Bukan juga tentang langsung buang semua baju fast fashion di lemari. Ini soal kesadaran. Tentang setiap pilihan yang kita buat—mau itu belanja, mencuci, atau memutuskan nggak beli.
Sebagai jurnalis dan sekaligus konsumen, saya percaya bahwa gaya itu harus punya makna. Kita bisa tampil keren, tetap relevan, dan tetap peduli. Karena pada akhirnya, bumi ini bukan runway sementara. Ia rumah kita yang butuh dirawat.
Dan siapa tahu, baju yang kamu pakai hari ini—kalau dipilih dan dirawat dengan bijak—bisa punya cerita lebih panjang daripada sekadar tren musiman.
Baca Juga Artikel dari: Journaling Setiap Hari: Awali dan Tutup Hari dengan Refleksi
Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Lifestyle
