Mon. May 12th, 2025
Lari

Saya nggak pernah nyangka kalau hal sesederhana lari bisa mengubah hidup saya. Awalnya sih, saya cuma ikut-ikutan teman yang tiap pagi update Instagram story laripagi. Jadi ya, semata-mata FOMO. Tapi siapa sangka, dari yang niatnya cuma gaya-gayaan, sekarang saya malah jadi orang yang nggak bisa lewat dua hari tanpa lari.

Waktu pertama kali lari pagi, saya bahkan nggak kuat satu kilometer. Napas udah ngos-ngosan, kaki rasanya berat banget, dan keringat ngucur kayak baru main futsal dua jam. Tapi ada rasa puas yang aneh. Meskipun capek, saya merasa lebih hidup, lebih segar, dan lebih siap menghadapi hari. Nah, dari situ saya mulai rutin laripagi. Tapi yang lebih mengejutkan lagi adalah ketika saya coba lari di sore hari. Ternyata beda banget rasanya, dan masing-masing punya efek unik di tubuh saya.

Dalam artikel ini, saya mau cerita kenapa laripagi dan sore itu bisa jadi olahraga ringan yang bikin tubuh dan pikiran fresh. Plus, saya juga akan bagi pengalaman, kesalahan yang sempat saya buat, tips praktis, dan perbandingan menarik antara keduanya.

Lari Pagi: Energi Segar Sebelum Dunia Bangun

Lari

Buat saya, laripagi itu kayak nyalain tombol reset di tubuh. Saya biasanya mulai sekitar jam 5.30, waktu matahari baru muncul. Udara masih sejuk, jalanan sepi, dan suasana damai banget. Sensasi ini sulit dijelaskan. Yang jelas, setiap kali selesai lari pagi, saya merasa punya kontrol atas hari saya. Rasanya kayak udah menang duluan sebelum hari mulai.

Satu hal yang saya pelajari adalah, jangan pernah laripagi tanpa pemanasan. Saya pernah coba langsung lari tanpa stretching dulu karena buru-buru. Hasilnya? Hamstring saya ketarik dan butuh seminggu buat pulih. Sejak itu, stretching jadi wajib sebelum dan sesudah lari.

Manfaat paling terasa dari laripagi:

  • Meningkatkan mood: karena tubuh langsung produksi endorfin sejak pagi.

  • Membantu fokus: saya jadi lebih produktif sepanjang hari.

  • Tidur lebih nyenyak di malam hari.

Tapi, ada juga tantangannya. Misalnya, udara pagi kadang terlalu dingin buat beberapa orang, dan kalau tidurnya kurang, malah bikin lemas seharian.

Lari Sore: Cara Melepas Penat Setelah Aktivitas

Berbeda dengan laripagi yang membangunkan energi, lari sore bagi saya adalah momen pelepas stres. Biasanya saya lari sekitar jam 17.00 atau 17.30, pas matahari mulai turun dan cuaca nggak terlalu panas. Musik di telinga, langit oranye, dan jalanan mulai ramai orang pulang kerja. Vibenya beda, lebih santai, lebih ‘hangat’.

Lari sore juga jadi momen refleksi. Kadang saya mikir tentang kejadian hari itu, merapikan pikiran, atau sekadar melepas penat. Bahkan, banyak ide tulisan saya justru muncul saat sore.

Kalau soal performa fisik, ternyata banyak studi yang bilang kalau tubuh lebih siap untuk olahraga di sore hari karena otot sudah lebih hangat dan fleksibel. Saya sendiri memang merasa bisa lari lebih jauh dan stabil kalau sore.

Namun, ada satu catatan: jangan lari terlalu malam. Apalagi dekat waktu tidur. Pernah saya lari jam 8 malam dan malah susah tidur karena hormon adrenalin masih tinggi.

Pagi vs Sore: Mana yang Lebih Baik?

Sebenarnya ini pertanyaan klasik. Dan jawaban paling jujurnya: tergantung tujuan dan kondisi masing-masing.

Kalau kamu mau:

  • Bangun mood dan semangat pagi → Laripagi cocok.

  • Melawan stres dan pikiran ruwet sore hari → Lari sore jawabannya.

Tapi kalau ditanya mana yang saya pilih, saya pribadi suka kombinasi keduanya. Laripagi saya lakukan saat hari libur, lari sore pas hari kerja. Jadi lebih fleksibel dan nggak monoton.

Secara teknis, keduanya punya manfaat fisiologis yang mirip: meningkatkan sirkulasi darah, memperbaiki metabolisme, membantu pembakaran kalori, dan memperkuat otot. Yang membedakan adalah pengaruh psikologisnya.

Kesalahan yang Pernah Saya Lakukan (Dan Jangan Kamu Ulangi)

Saya pernah terlalu ambisius. Dalam seminggu saya targetin pagi dan sore sekaligus setiap hari. Tujuannya mulia, biar cepat turun berat badan. Tapi yang terjadi justru sebaliknya: saya kelelahan, imunitas drop, dan kena flu seminggu penuh.

Dari situ saya belajar bahwa olahraga ringan tetap butuh jeda. Sekarang saya atur jadwal dengan lebih realistis: maksimal 4–5 kali seminggu, bergantian pagi dan sore.

Kesalahan lain yang sering saya lakukan:

  • Lari tanpa hidrasi cukup

  • Lupa stretching

  • Lari di jalur yang terlalu padat kendaraan

  • Pakai sepatu yang salah (ini penting banget!)

Setelah saya ganti sepatu dengan yang lebih sesuai untuk jogging, nyeri lutut saya perlahan hilang. Kalau kamu lagi cari referensi, banyak ulasan sepatu lari terbaik di situs seperti Halodoc, mereka bahas dari sisi medis juga, jadi lebih yakin waktu milih.

Perlengkapan yang Bikin Lari Lebih Nyaman

Biar makin maksimal, ini perlengkapan yang saya pakai (nggak wajib semua kok):

  • Sepatu yang proper: jangan pakai sepatu kasual.

  • Jam tangan olahraga atau aplikasi fitness tracker.

  • Kaos olahraga ringan & celana pendek.

  • Headset wireless buat musik.

  • Belt kecil buat bawa HP dan kunci.

Dulu saya sempat lari pakai kaos katun biasa, dan itu bikin gerah banget. Setelah ganti ke kaos olahraga berbahan dry-fit, beda banget. Keringat cepat kering, gerak juga lebih bebas.

Efek Lari Rutin ke Tubuh Saya

Setelah sekitar 3 bulan rutin lari, saya mulai merasakan perubahan besar. Berat badan turun 4 kg tanpa diet ketat. Lingkar pinggang mengecil, stamina naik, dan saya jarang banget sakit.

Yang paling kerasa adalah kondisi mental saya. Saya lebih stabil emosinya. Kalau dulu mudah panik dan sensitif, sekarang lebih tenang dan kalem. Ternyata lari bisa jadi semacam terapi berjalan.

Selain itu, saya juga jadi lebih sadar akan gaya hidup. Jadi lebih rajin minum air putih, tidur lebih teratur, dan mulai memperhatikan asupan makanan.

Manfaat Tambahan dari Lari di Alam Terbuka

Saya pernah coba lari di treadmill selama seminggu penuh. Efeknya oke, tapi jujur, nggak sebanding dengan lari di luar ruangan. Alam terbuka memberi sensasi yang beda. Ada angin sejuk, suara burung, dan pemandangan yang berubah-ubah.

Bahkan, menurut penelitian, olahraga di alam bisa menurunkan kadar kortisol (hormon stres) lebih cepat daripada olahraga di ruangan tertutup. Makanya, saya lebih suka la ri di taman, jalur pedestrian, atau area dekat sawah di kampung halaman.

Kalau kamu tinggal di kota besar, coba cari jalur hijau atau taman kota. Jakarta misalnya, punya jalur di GBK, Senayan, atau CFD Sudirman yang lumayan nyaman buat laripagi atau sore.

Cara Menjaga Konsistensi dan Niat Lari

Jujur ya, semangat lari itu naik turun. Ada hari-hari ketika malas banget rasanya. Tapi saya punya beberapa trik lifestyle biar tetap jalan:

  1. Bikin jadwal tetap: misalnya Senin-Rabu-Jumat laripagi, Minggu sore.

  2. Pasang alarm motivasi: bunyi alarm saya “Bangun, ayo la ri biar waras!”

  3. Pakai aplikasi lari: lihat progres dan catatan waktu itu bikin semangat.

  4. Lari sambil denger playlist favorit.

  5. Cari teman lari.

Konsistensi kecil lebih baik dari ambisi besar yang cuma bertahan seminggu. Lari 20 menit tapi rutin itu jauh lebih bermanfaat daripada lari sejam tapi cuma sebulan sekali.

Efek Lari ke Pola Makan dan Kebiasaan Hidup

Setelah rutin lari, tanpa sadar saya juga mulai memperbaiki pola makan. Nggak lagi nyari gorengan jam 9 malam. Malah sekarang lebih suka makan buah, salad, atau sup hangat setelah lari sore.

Tubuh seperti memberi sinyal sendiri: kalau habis lari, kamu akan cenderung memilih makanan yang lebih sehat karena nggak mau ‘merusak’ kerja kerasmu. Saya juga minum lebih banyak air putih dan mulai mengurangi minuman manis.

Dan yang paling menyenangkan: saya jadi bisa tidur lebih nyenyak. Bahkan tanpa bantuan white noise atau musik pengantar.

Lari sebagai Waktu ‘Me Time’

Ini mungkin terdengar klise, tapi benar adanya. Lari adalah waktu saya sendiri. Saat lari, saya nggak pegang HP, nggak terima notifikasi, nggak mikirin kerjaan. Itu waktu saya berdialog dengan diri sendiri.

Kadang saya lari sambil mikirin mimpi-mimpi saya, kadang malah kosong, cuma fokus ke napas dan langkah kaki. Dan saat itu, semua terasa lebih jernih.

Kalau kamu tipe yang gampang overwhelmed dengan rutinitas, lari bisa jadi solusi simpel yang nggak kamu sangka. Nggak butuh alat mahal, nggak perlu membership gym, cukup niat dan sepatu yang nyaman.

Penutup: LariPagi Sore, Lebih dari Sekadar Olahraga

Lari bukan lagi soal olahraga buat saya. Ini sudah jadi gaya hidup. Entah itu pagi dengan udara segar dan cahaya lembut, atau sore dengan matahari tenggelam dan jalanan ramai, dua-duanya menawarkan sesuatu yang berbeda, tapi sama berharganya.

Kalau kamu belum mulai, coba sekali aja. Beneran. Satu kali. Siapa tahu kamu juga bakal ketagihan seperti saya.

Kalau sudah pernah tapi berhenti di tengah jalan, nggak apa-apa. Semua orang pernah kehilangan ritme. Tapi percaya deh, tubuhmu akan selalu ingat rasanya setelah berlari. Segar, ringan, dan damai.

Buat jaga makan dan jaga kantong, coba rutin buat: Resep Bekal Harian: Lifestyle Praktis dan Tetap Bergizi

Author